Sebuah Nasehat dan Klarifikasi bagi Mujahidin yang salah langkah (4)

on 20.36

“Para pengaku salaf (sok salaf) sikapnya sama dengan Syiah Rafidhah terbukti dalam mengamalkan ibadah jihad mereka berdalih menunggu bimbingan ulama yang besar (baca buletin Al-Hujjah, risalah ke 13) sedang Syiah Rafidhah menunggu ulama yang ma’shum alias Imam Mahdi“.

Mungkin para pembaca tidak habis pikir, bagaimana Dakwah Salafiyah bisa disamakan dengan Syiah Rafidhah ?! Ya kita maklumi saja lah, mungkin Abu Muhammad dan Shoutul jihad tidak paham atau tidak tahu tentang siapa Syiah atau siapa Salafy.

Sesungguhnya menunggu bimbingan ulama kibar (besar) dalam masalah jihad atau masalah besar lainnya yang berkaitan dengan umat merupakan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal ini berlainan dengan orang-orang munafik atau orang-orang yang ngelama’ (sok jadi ulama) yang tidak mau mengembalikan urusan umat kepada para ulama’nya. Allah ta’ala berfirman :

وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا

Artinya : ” Dan apabila datang kepada mereka (orang-orang munafik) suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri diantara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu).” (QS.An-nisa’ : 83) yang dimaksud dengan ulil amri adalah para ahli ilmu (ulama) dan ahli fiqh (fuqoha’). [Lihat tafsir Imam Al-Qurthubi 5/278]

- Abu Muhammad mengatakan :

“Para pengaku salaf (sok salaf) sikapnya sama dengan sufi dalam manhajnya tashfiyah wat tarbiyah“.

Sungguh malang nasib Abu Muhammad yang tidak tahu arti tashfiyah dan tarbiyah. Tashfiyah adalah memurnikan Islam dari segala virus dan kotoran yang menempel kepadanya seperti memurnikan Islam dari aqidah sesat, hadits lemah atau palsu ataupun dari virus takfir yang dilakukan oleh takfiriyyun semisal Abu Muhammad. Apakah sufi mengenal istilah pemurnian Islam dari hadits lemah atau palsu ?! Sadarlah wahai Mujahidin, boleh kalian berbicara tapi jangan ngelantur !!! Adapun tarbiyah artinya mendidik umat diatas Islam yang murni berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah sesuai dengan pemahaman salafush shaleh. Apakah sufi juga mengamalkan seperti ini ?! Bukankah Sufi itu lebih identik dengan khurafat dan bid’ahnya ?! Wahai Mujahidin, janganlah kalian menyamakan antara Dakwah Salafiyah yang selalu berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan sunnah sesuai dengan pemahaman salafush shaleh dengan ahli bid’ah diatas !

Allah ta’ala berfirman :

وَمَا يَسْتَوِي الْأَعْمَى وَالْبَصِيرُ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَلَا الْمُسِيءُ قَلِيلًا مَا تَتَذَكَّرُونَ

Artinya : “Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat, dan tidaklah (pula sama) orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal saleh dengan orang-orang yang durhaka. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran.” (QS.Ghafir : 58)

5- Shoutul jihad hanya bisa lempar batu sembunyi tangan, tidak berani menunjukkan batang hidung ataupun identitasnya. Sebuah buletin misterius, yang tidak bisa dipertanggung jawabkan keilmiahannya. Kalau kalian takut, jangan teriakkan suara (shoutul) jihad dong !!! Mujahidin apaan tuh !!! Kelas teri atau keras gadungan ?! Apakah ini yang disebut tong kosong nyaring bunyinya ?! Menyeru orang berjihad tapi tidak berangkat jihad, bahkan menulis majalah saja takut menulis jati dirinya. Inna lillahi wa inna ilahi Roji’un.

Para pembaca yang budiman, ulama hadits terdahulu tidak mau menerima hadits/ilmu agama dari orang yang misterius seperti buletin shoutul jihad ini dan hal itu dikenal dengan istilah mubham. Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqolaani Rahimahullahu berkata : “Dan tidak diterima (hadits) dari orang yang mubham (misterius)…” [Lihat An-Nukat ‘ala nuzhatin nazhor oleh Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi hal.135]

Al-Hafidz Ibnu Katsir Rahimahullahu berkata : “Adapun mubham yang tidak bernama (mr x) atau ada namanya tapi tidak diketahui jati dirinya (misterius), maka orang seperti ini tidak diambil riwayat haditsnya (ilmunya) oleh seorangpun (dari para ulama) yang kita ketahui”. [Al-Ba’itsul hatsits hal.69 oleh Al-Hafidz Ibnu Katsir]

Selamat jalan wahai Mujahidin, semoga Allah selalu memberimu hidayah dan taufiq serta menyelamatkan kalian dari jaring-jaring Khawarij. Dan semoga bendera Jihad selalu berkibar dibawah naungan para ulama Robbaniyyin Ahlus sunnah wal jama’ah.

Ya Allah tunjukkanlah yang haq itu haq dan berilah kami kekuatan untuk mengikutinya. Dan tunjukkanlah yang batil itu batil serta berikan kami kekuatan untuk menjauhinya.

*tamat

Sebuah Nasehat dan Klarifikasi bagi Mujahidin yang salah langkah (3)

on 20.34

Ya meskipun saatnya Mujahidin berbicara [Buletin Shoutul Jihad mempunyai slogan “Saatnya Mujahidin berbicara”.] tapi ya bercermin dulu dong kalau mau berbicara ! Lihat apakah ucapan kalian ini memang bisa dipertanggung jawabkan di hadapan Allah nanti atau tidak ! Apakah setiap ucapan kalian berdasarkan dalil atau hanya berdasarkan semangat yang membabi buta tanpa petunjuk rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ?! Kalimat “doyan” kalian anggap sebagai bentuk celaan, padahal dalam buletin kalian banyak kalimat-kalimat yang lebih parah lagi semisal : Penyakit para pengaku salaf ’salafy’ (Tanda Kutip), menjilat pemerintah, sok salaf, para pengaku salaf (sok salaf) ini sikapnya sama dengan Khawarij…Murjiah….Syiah Rafidhah…Sufi…anjing penjilat dan lain-lain. Apakah kalimat-kalimat tersebut udah sopan menurut kalian ?! Inikah sikap seorang Mujahidin ?! Orang lain diharamkan mencela tapi kalian justru pandai dan ahli mencela. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ(*)كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.” (QS.Shaaf : 2-3) Seorang penyair mengatakan :

أحلال على البلابل الدوح حرام على الطير من كل جنس ؟!

Apakah pohon itu dibolehkan bagi burung Bulbul saja

dan diharamkan bagi semua jenis burung ?!

3- Shoutul Jihad mengatakan “Al-Madkhaly dengan pikirannya telah banyak melahirkan takfiriyyiin sesama para dai (baca tulisan terbuka Syaikh Abu Muhammad Al-Maqdisi hafidzahullaah kepada Robi’ al-Madkhaly).

Wahai Mujahidin, kalau ucapan atau tuduhan kalian ini benar, tolong buktikan kepada para pembaca bahwa Al-Madkholi melahirkan takfiriyyiin ?! Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

Artinya : “Katakanlah: “Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar“.” (QS.Al-Baqarah : 111)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

البينة على المدعي

Artinya : “Wajib bagi para penuduh untuk mendatangkan bukti…” [HR.Baihaqi]

Shoutul jihad mencela Syaikh Robi’ Al-Madhkholi –hafidzahullahu- dan menuduh beliau melahirkan takfiriyyin dengan tidak membawakan bukti atau tidak ada bukti yang jelas dalam hal ini. Tapi yang aneh justru shoutul jihad memuji Abu Muhammad Al-Maqdisi yang merupakan dedengkot takfir/pengkafiran pada zaman ini. Inikah yang dikatakan : Gajah di pelupuk mata tidak tampak namun debu diseberang lautan tampak.

Abu Muhammad ini telah mengkafirkan negara Saudi Arabiah tempat dua masjidil Haram dan sekaligus kiblat kaum muslimin dalam bukunya yang berjudul “Al-Kawaasyif Al-Jaliyah fi kufri Ad-Daulah As-Su’udiyah” (Menyingkap kekufuran Negara Saudi Arabiah). Dari judulnya saja sudah cukup untuk mengetahui isinya. Kalau Saudi Arabiah sudah dikafirkan, apalagi yang tersisa ?! Ataukah kalian sudah punya negara Islam ?! Takutlah kepada Allah wahai Mujahidin !!!

4- Shoutul jihad mengambil ucapan Abu Muhammad yang menyamakan Dakwah Salafiyah dengan Khawarij, Murjiah, Syiah Rafidhah, dan Sufi. Abu Muhammad mengatakan : “Para pengaku salaf (sok salaf) ini sikapnya sama dengan Khawarij ketika mendudukkan permasalahan sesama para dai, terbukti sikapnya terhadap Sayyid Qutub rahimahullahu.”

Entah Abu Muhammad atau shoutul jihad yang tidak mengerti siapa Khawarij itu ?! Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata :

“Kelompok Khowarij adalah orang pertama yang mengkafirkan kaum muslimin dan mengatakan kafir bagi setiap pelaku dosa. Mereka mengkafirkan orang yang menyelisihi bid’ah mereka serta menghalalkan darah serta hartanya”. [Majmu fatawa 7/279.]

Silahkan pembaca yang menghukumi siapa yang Khawarij, Abu Muhammad Al-Maqdisi yang mengkafirkan Negara Saudi Arabiah ataukah Shoutul jihad pembeo Abu Muhammad ???

Apakah orang (Dakwah Salafiyah) yang membela para Nabi dan para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dari celaan dan caci maki Sayyid Qutub dikatakan Khawarij ?! Tidakkah para pengagum Sayyid Qutub tahu bahwa sang pujaan mereka telah berani-beraninya mencaci maki sebagian Nabi dan para sahabat ?! Sayyid Qutub mengatakan :

“Kita ambil Musa sebagai contoh pemimpin yang cepat naik pitam…” [At-tashwir al-fanni fil Qur’an” hal 200 oleh Sayyid Qutub]

Sayyid Qutub juga mengatakan :

“Ketika Mu’awiyah dan temannya memilih jalan kedustaan, kecurangan, penipuan, kemunafikan, suap dan membeli kehormatan, maka Ali tidak dapat melakukan perangai yang buruk ini. Oleh karenanya, tidak heran kalau Mu’awiyah dan teman-temannya berhasil sedang Ali gagal, tapi kegagalan ini lebih mulia dari semua kesuksesan” . [Kutubun wa syakhshiyaat hal.242 oleh Sayyid Qutub]

- Abu Muhammad mengatakan :

“Para pengaku salaf (sok salaf) sikapnya sama dengan Murjiah ketika berhadapan dengan penguasa terbukti dalam menghadapi penguasa yang ada”.

Wahai Mujahidin, jangan gegabah dalam menvonis sebelum engkau tahu apa dan siapa Murjiah itu !!! Dakwah Salafiyah ketika menghadapi penguasa selalu bernaung dibawah cahaya Al-Qur’an dan hadits Nabi serta metode para ulama salaf. Dakwah Salafiyah tidak mudah mengkafirkan para penguasa karena mengikuti ajaran Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam (seperti hadits diatas) dan juga mengikuti sikap para ulama salaf seperti Imam Ahmad rahimahullahu. Apakah Imam Ahmad Rahimahullahu yang tidak mengkafirkan penguasa dizaman beliau dan tidak mau memberontak, meskipun sang penguasa amat dzalim bahkan memiliki keyakinan yang kufur dikatakan Murjiah ?!


*Bersambung

Sebuah Nasehat dan Klarifikasi bagi Mujahidin yang salah langkah (2)

on 20.34

Ingatlah wahai Mujahidin, kemenangan dan kemuliaan Islam ada ditangan Allah. Dan Allah telah menjanjikannya kepada kaum muslimin dan kepada para Mujahidin, tapi dengan syarat mereka mau kembali kepada agama Islam yang murni dan kepada tauhid yang bersih dari segala bentuk kesyirikan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Artinya : “ Katakanlah: “Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. ” (QS.Ali Imron : 26) dan Dia juga berfirman :
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

Artinya : “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik”. (QS.An-Nuur : 55)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
إذا تبايعتم بالعينة وأخذتم أذناب البقر ورضيتم بالزرع وتركتم الجهاد سلط الله عليكم ذلا لاينزعه حتى ترجعوا إلى دينكم
Artinya : “Apabila kalian telah berjual beli dengan cara ‘inah (sejenis riba) dan kalian mengambil ekor-ekor sapi serta rela dengan persawahan (cinta dunia) dan kalianpun meninggalkan jihad maka pasti Allah akan menimpakan kepada kalian kehinaan yang tidak akan diangkat kehinaan tersebut hingga kalian kembali kepada ajaran agama kalian”. [ HR.Abu Daud no.3462]

Di dalam hadits ini Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjelaskan jalan keluar dari kehinaan yang menimpa umat Islam yaitu dengan cara kembali mempelajari Islam yang murni berdasarkan kepada Al-Qur’an, hadits serta atsar dari para sahabat dan mengamalkan Islam yang murni tersebut. Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tidak memerintahkan umat untuk berjihad saja, tapi lebih dari itu “…hingga kalian kembali kepada ajaran agama kalian” terutama dalam masalah aqidah. Bagaimana kalian menyeru umat Islam untuk berjihad melawan orang-orang kafir sekarang, sedang kalian mengetahui sendiri keadaan kaum muslimin dengan setumpuk kesyirikan, kebid’ahan, kemaksiatan dan lain sebagainya dari penyimpangan-penyimpangan ?! Bagaimana mungkin Allah akan menurunkan pertolongan-Nya, sedangkan kaum muslimin belum menolong (menjalankan agama) Allah ?! Allah telah berfirman :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS.Muhammad : 7)

Wahai Mujahidin, ambillah pelajaran dari kisah perang Uhud ! Satu kemaksiatan saja dapat memporak-porandakan pasukan kaum muslimin, lalu bagaimana jika kemaksiatan tersebut telah mengakar dalam diri kaum muslimin dan menumpuk dimana-mana ?! Allah mengisahkan tentang sebab kekalahan diperang Uhud dalam firman-Nya :
أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى هَذَا قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya : “Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar) kamu berkata: “Dari mana datangnya (kekalahan) ini?” Katakanlah: “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri”. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS.Ali Imron : 165)


Catatan hitam untuk Buletin Shoutul Jihad edisi 25

1- Shoutul Jihad menukilkan ucapan Yunus bin Ubeid Rahimahullahu salah seorang ulama salaf yang mengatakan : “Bila ada pemerintah yang menyimpang dari As-Sunnah, dan masyarakat berkata : “Sungguh kita telah diperintahkan untuk taat kepadanya (pemerintah kita) maka Allah akan menanamkan keraguan dihatinya dan akan ditimpa (diwariskan) kepadanya sifat saling mencela”.

Kita sangat amat menghormati ulama salaf dan ucapan mereka kita jadikan hujjah selama tidak bertentangan dengan nash Al-Qur’an maupun hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Namun sayang Shoutul Jihad tidak menjelaskan dari mana mereka menukil atsar ini. Imam Malik Rahimahullahu mengatakan :
ليس أحد بعد النبي إلا ويؤخذ من قوله ويترك إلا النبي
“Setiap ucapan manusia bisa diterima dan bisa juga ditolak melainkan ucapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam”. [Lihat Sifat Sholat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam hal.24 oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani]

Wahai Mujahidin, bukankah ucapan Yunus bin Ubeid bertentangan dengan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam diatas ?! Bukankah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tetap memerintahkan untuk taat kepada pemerintah kaum muslimin meski mereka menyimpang dari sunnah beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ?! Manakah yang kalian pilih ucapan Yunus bin Ubeid ataukah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ?! Allah ta’ala berfirman :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS.Al-Hujurat : 1)

Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhu pernah berkata : “Aku melihat mereka akan binasa, aku mengatakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda (membolehkan haji tamattu’) sedang mereka (membantahnya) dengan mengatakan Abu Bakar dan Umar (melarangnya)”. [Lihat Sunan Ad-Darimi 1/129]

Jika sabda Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tidak boleh dibantah dengan ucapan orang termulia dikalangan para sahabat, maka bagaimana dengan ucapan orang yang lebih dibawah mereka derajat dan keutamaannya ?! Renungkanlah hal ini baik-baik wahai Mujahidin sebelum kalian meneriakkan jihad !!! Sungguh bagaimana bila seorang salafusshaleh seperti Abdullah bin Abbas hidup pada zaman sekarang dan melihat tingkah laku shoutul jihad ?!

2- Shoutul Jihad mengkritik Buletin Al-Hujjah (terbitan Mataram-Lombok Barat) dengan mengatakan : “Di Indonesia para pencatut nama salaf ini dilanda penyakit mencela. Sebagai contoh dalam bulletin Al-Hujjah terbitan ’salafy’ Mataram risalah yang ke 13….Penyakit suka mencela telah nampak dalam tulisan ini dalam kalimat doyan. Kata ini merupakan celaan yang sangat tidak sopan baik menurut ukuran umat Islam atau yang bukan…”

*bersambung

Sebuah Nasehat dan Klarifikasi bagi Mujahidin yang salah langkah (1)

on 20.32

Wahai Mujahidin !!!
Sebuah Nasehat dan Klarifikasi bagi Mujahidin yang salah langkah
Oleh : Ustadz Abdurrahman bin Thoyib

Dari Hudzaifah bin Yaman Radhiyallahu ‘anhu dia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah bersabda : “Akan muncul sepeninggalku nanti para pemimpin yang tidak menelusuri jejakku (petunjukku) dan tidak mengikuti sunnahku dan akan muncul pula diantara mereka orang-orang yang berhati setan dalam tubuh manusia. Aku berkata : Wahai Rasulullah apa yang harus saya perbuat jika saya menemui hal tersebut ? Beliau menjawab : Engkau wajib mendengar dan taat kepada pemimpin tersebut meskipun dia memukul punggungmu dan merampas hartamu, dengar dan taatilah“. [HR.Muslim no.4762 dengan Syarah Imam Nawawi]

Didalam hadits ini dengan jelas dan gamblangnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mengajarkan kepada umatnya terutama para Mujahidin, bagaimana menyikapi para penguasa yang tidak berhukum dengan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ataupun tidak menjalankan syariat Islam dan dia pun menyimpang dari sunnahnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memerintahkan kepada umatnya agar tetap mendengar serta taat kepada sang penguasa dalam hal yang ma’ruf bukan maksiat, meskipun penguasa tersebut berbuat dzalim seperti merampas harta rakyat (korupsi) ataupun berbuat aniaya.

Seorang muslim yang telah mengikrarkan syahadat “Wa anna Muhammadan Rasulullah” tidak selayaknya untuk menyelisihi hadits/ajaran Nabi diatas ini, meski pahit rasanya tapi Insya Allah akibatnya akan baik, sebagaimana yang telah difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala :

ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

Artinya : “…. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS.An-Nisa’ : 59)

Wahai Mujahidin yang ingin menegakkan kalimatullahi (agama Allah), dengarkan nasehat dari Rasulullah ini ! Pahamilah dengan baik sabda beliau ini ! Janganlah kalian mengikuti hawa nafsu atau semangat yang membara untuk berjihad tapi buta dari petunjuk Al-Qur’an dan sunnah ! Wahai saudaraku Mujahidin, pejuang Islam, ingat dan ketahuilah bahwa niat dan tujuan yang baik haruslah dijalankan dengan cara yang baik pula yaitu mengikuti sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan jalannya para sahabat beliau Radhiyallahu ‘anhu. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد

Artinya : “Barangsiapa yang melakukan suatu amalan (ibadah) yang tidak sesuai dengan sunnahku maka amal tersebut tertolak”. (HR.Muslim)

Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda :

عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين عضوا عليها بالنواجذ

Artinya : “Wajib bagi kalian untuk mengikuti sunnahku dan sunnah para khulafa’ Ar-rosyidin yang mendapatkan petunjuk dan gigit eratlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian”. (HSR.Abu Dawud)

Wahai Mujahidin, janganlah engkau memberontak kepada penguasa yang dzalim karena hal itu telah dilarang oleh Nabi kalian Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Dari Ubadah bin Shomit Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata :

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah menyeru kami untuk membaiat beliau, diantara isi baiat tersebut adalah kami selalu mendengar dan taat (kepada pemimpin kaum muslimin) baik kami dalam keadaan suka maupun benci, dalam keadaan susah maupun senang dan agar kami mendahulukan hak mereka serta tidak memberontak kepada mereka. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : Kecuali jika kalian melihat kekafiran yang nyata dan kalian memiliki bukti yang jelas dari Allah tentangnya”.[ HR.Muslim no.4748 dengan Syarah Imam Nawawi]

Perlu kalian ketahui bahwa masalah takfir/pengkafiran tidak semudah membalikkan telapak tangan. Imam Al-Qurthubi Rahimahullahu mengatakan :

“Pemikiran takfir itu sangat berbahaya sekali, banyak manusia yang terjerumus kedalamnya hingga mereka jatuh berguguran. Adapun para ulama mereka berhati-hati sekali dalam masalah ini hingga mereka itu selamat, dan tidak ada yang sebanding dengan keselamatan dalam perkara ini”. [Al-Mufhim 3/111 oleh Imam Qurthubi]

Dan seandainya kita dapati seorang pemimpin mengucapkan suatu ucapan kufur atau melakukan perbuatan kufur, tidaklah boleh kita langsung menvonisnya kafir dan menyeru manusia untuk memberontak hingga terpenuhi syarat-syarat takfir dan hilang darinya pencegah-pencegah takfir. Lihat dan ambillah pelajaran dari sejarah ulama salaf seperti Imam Ahmad Rahimahullahu yang tidak mudah mengkafirkan maupun memberontak kepada penguasa dizamannya yang dengan jelas-jelas mengucapkan ucapan kufur bahkan memaksa para ulama untuk mengikuti kekufurannya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullahu berkata :

“Yang benar dari Imam Ahmad dan para Imam Ahlus Sunnah yang lain adalah pengkafiran kelompok Jahmiyah* dan yang semisalnya…meskipun Imam Ahmad tidak mengkafirkan individu-individunya atau tidak pula mengkafirkan orang-orang yang divonis sebagai Jahmiyah atau beliau tidak mengkafirkan orang-orang yang menyepakati Jahmiyah dalam sebagian bid’ahnya, bahkan beliau sholat dibelakang orang-orang Jahmiyah yang menyeru manusia kepada ucapan mereka serta menguji dan menyiksa manusia yang tidak sesuai dengan aqidah mereka dengan penyiksaaan yang amat pedih. Imam Ahmad dan para Imam-imam (Ahlu Sunnah wal jama’ah) yang lain tidak mengkafirkan mereka bahkan meyakini akan keimanan dan kepemimpinan mereka serta mendoakan mereka dengan kebaikan. Beliau berpendapat bolehnya sholat dibelakang mereka, haji dan berperangbersama mereka.Dan beliau beserta para imam-imam amat melarang dari memberontak terhadap penguasa. Meskipun demikian beliau tetap mengingkari ucapan batil yang merupakan suatu kekufuran tersebut walaupun mereka sendiri terkadang tidak mengetahui akan kekufuran itu. Beliau senantiasa mengingkari dan berusaha untuk membantah ucapan tersebut sesuai dengan kemampuan. Maka dengan inilah beliau telah menyatukan antara ketataatan kepada Allah dan Rasul-Nya dalam menegakkan sunnah serta agama ini dan pengingkaran terhadap bid’ahnya Jahmiyah dengan memperhatikan hak-hak kaum mukminin baik para penguasa maupun umat secara umum meskipun mereka itu jahil, pelaku bid’ah, dzolim dan fasik”. [Majmu’ Fatawa 7/507-508 oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah]

Catatan : * Kelompok Jahmiyah dipelopori oleh Ja’ad bin Dirham yang dihukum (sembelih) oleh seorang gubernur yang bernama Kholid bin Abdillah Al-Qosri atas perintah Kholifah Hisyam bin Abdil Malik dengan persetujuan para ulama tabi’in pada zaman itu. Dan kesesatannya diwarisi serta disebarkan oleh Jahm bin Sofwan. Diantara kesesatannya adalah meniadakan semua nama dan sifat Allah, tidak mengakui bahwa Nabi Ibrahim adalah kholilullah (kekasih Allah) serta Musa kalimullah (pernah diajak bicara oleh Allah) dan lain-lain. (Lihat Maqoolathut ta’thil oleh Syaikh Kholifah At-Tamimi).

Wahai Mujahidin, janganlah kalian menuduh orang yang tidak mengkafirkan penguasa sebagai penjilat atau antek pemerintah ! Jangan kalian menganggap atau menyangka bahwa kalau orang tersebut tidak mengkafirkan penguasa berarti dia ridho dengan kedzaliman yang ada pada mereka !

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa “ (QS.Al-Hujurat : 12)

Bedakan antara mengkafirkan dan mengingkari kemungkaran! Orang yang tidak mengkafirkan pezina –misalnya-, apakah bisa dikatakan orang itu ridho dengan perbuatan maksiat tersebut ?! Ikutilah jejak Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan para salafush sholeh seperti Imam Ahmad Rahimahullahu diatas.

أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهِ

Artinya : ” Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. “ (QS.Al-An’am : 90)

Wahai Mujahidin, janganlah tergesa-gesa meneriakkan suara (Shoutu) jihad sebelum kalian memahami dengan benar sunnah Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam khususnya yang berkaitan dengan penguasa. Tergesa-gesa bukan perangai yang baik bahkan akan mengakibatkan madharat yang banyak sekali bagi Islam dan kaum muslimin. Para ulama ushul (fiqih) mengatakan :

من استعجل شيئا قبل أوانه عوقب بحرمانه

Barangsiapa yang tergesa-gesa (untuk meraih) sesuatu sebelum waktunya maka dia akan dicegah darinya [Al-Qowaaid Al-Fiqhiyah hal.68 oleh Syaikh Abdurrohman As-Sa’di]

Wahai Mujahidin, ingatlah tatkala seorang sahabat yang bernama Khobab bin Arot berkata : Kami pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Wahai Rasulullah, mengapa anda tidak meminta pertolongan (kepada Allah) untuk kami ? Mengapa anda tidak berdoa kepada Allah untuk kami ?” Maka beliaupun menjawab : “Sesungguhnya ada diantara orang-orang sebelum kalian yang digergaji mulai kepalanya hingga kakinya, tapi hal itu tidak memalingkannya dari agamanya. Dan ada pula yang disisir dengan sisir besi hingga mengenai tulang dan dagingnya, tapi hal itu tidak memalingkannya dari agamanya”. Kemudian beliau mengatakan : “Demi Allah, sungguh Dia akan menyempurnakan agama-Nya ini hingga seorang yang berjalan dari Shon’a (Ibukota Yaman) hingga Hadramaut tidak takut kecuali hanya kepada Allah dan tidak takut srigala yang memangsa kambingnya, akan tetapi kalian tergesa-gesa“. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir 1/328 tentang tafsir ayat 214 surat Al-Baqarah]

*bersambung

Lihatlah kebawah dalam masalah dunia dan harta

on 05.15

Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in. Betapa banyak orang yang terkesima dengan kilauan harta orang lain. Tidak pernah merasa cukup dengan harta yang ia miliki. Jika sudah mendapatkan suatu materi dunia, dia ingin terus mendapatkan yang lebih. Jika baru mendapatkan motor, dia ingin mendapatkan mobil kijang. Jika sudah memiliki mobil kijang, dia ingin mendapatkan mobil sedan. Dan seterusnya sampai pesawat pun dia inginkan. Itulah watak manusia yang tidak pernah puas. Melihat Orang Di Bawah Kita dalam Hal Harta dan Dunia Sikap seorang muslim yang benar, hendaklah dia selalu melihat orang di bawahnya dalam masalah harta dan dunia. Betapa banyak orang di bawah kita berada di bawah garis kemiskinan, untuk makan sehari-hari saja mesti mencari utang sana-sini, dan masih banyak di antara mereka keadaan ekonominya jauh di bawah kita. Seharusnya seorang muslim memperhatikan petuah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal ini.
Suatu saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyampaikan nasehat kepada Abu Dzar. Abu Dzar berkata,

أَمَرَنِي خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِسَبْعٍ أَمَرَنِي بِحُبِّ الْمَسَاكِينِ وَالدُّنُوِّ مِنْهُمْ وَأَمَرَنِي أَنْ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ دُونِي وَلَا أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقِي

“Kekasihku yakni Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintah tujuh perkara padaku, (di antaranya): [1] Beliau memerintahkanku agar mencintai orang miskin dan dekat dengan mereka, [2] beliau memerintahkanku agar melihat orang yang berada di bawahku (dalam masalah harta dan dunia), juga supaya aku tidak memperhatikan orang yang berada di atasku. ...” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إذا نظر أحدكم إلى من فضل عليه في المال والخلق فلينظر إلى من هو أسفل منه

“Jika salah seorang di antara kalian melihat orang yang memiliki kelebihan harta dan bentuk (rupa) [al kholq], maka lihatlah kepada orang yang berada di bawahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ibnu Hajar mengatakan, “Yang dimaksud dengan al khalq adalah bentuk tubuh. Juga termasuk di dalamnya adalah anak-anak, pengikut dan segala sesuatu yang berkaitan dengan kenikmatan duniawi.” (Fathul Bari, 11/32)

Agar Tidak Memandang Remeh Nikmat Allah

Dengan memiliki sifat yang mulia ini yaitu selalu memandang orang di bawahnya dalam masalah dunia, seseorang akan merealisasikan syukur dengan sebenarnya.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

انظروا إلى من هو أسفل منكم ولا تنظروا إلى من هو فوقكم ، فهو أجدر أن لا تزدروا نعمة الله عليكم

“Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu (dalam masalah ini). Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Al Munawi –rahimahullah- mengatakan,
“Jika seseorang melihat orang di atasnya (dalam masalah harta dan dunia), dia akan menganggap kecil nikmat Allah yang ada pada dirinya dan dia selalu ingin mendapatkan yang lebih. Cara mengobati penyakit semacam ini, hendaklah seseorang melihat orang yang berada di bawahnya (dalam masalah harta dan dunia). Dengan melakukan semcam ini, seseorang akan ridho dan bersyukur, juga rasa tamaknya (terhadap harta dan dunia) akan berkurang. Jika seseorang sering memandang orang yang berada di atasnya, dia akan mengingkari dan tidak puas terhadap nikmat Allah yang diberikan padanya. Namun, jika dia mengalihkan pandangannya kepada orang di bawahnya, hal ini akan membuatnya ridho dan bersyukur atas nikmat Allah padanya.”

Itulah yang akan membuat seseorang tidak memandang remeh nikmat Allah karena dia selalu memandang orang di bawahnya dalam masalah harta dan dunia. Ketika dia melihat juragan minyak yang memiliki rumah mewah dalam hatinya mungkin terbetik, “Rumahku masih kalah dari rumah juragan minyak itu.” Namun ketika dia memandang pada orang lain di bawahnya, dia berkata, “Ternyata rumah tetangga dibanding dengan rumahku, masih lebih bagus rumahku.” Dengan dia memandang orang di bawahnya, dia tidak akan menganggap remeh nikmat yang Allah berikan. Bahkan dia akan mensyukuri nikmat tersebut karena dia melihat masih banyak orang yang tertinggal jauh darinya.

Berbeda dengan orang yang satu ini. Ketika dia melihat saudaranya memiliki Blacberry, dia merasa ponselnya masih sangat tertinggal jauh dari temannya tersebut. Akhirnya yang ada pada dirinya adalah kurang mensyukuri nikmat, menganggap bahwa nikmat tersebut masih sedikit, bahkan selalu ada hasad (dengki) yang berakibat dia akan memusuhi dan membenci temannya tadi. Padahal masih banyak orang di bawah dirinya yang memiliki ponsel dengan kualitas yang jauh lebih rendah. Inilah cara pandang yang keliru. Namun inilah yang banyak menimpa kebanyakan orang saat ini.

Dalam Masalah Agama dan Akhirat, Hendaklah Seseorang Melihat Orang Di Atasnya

Dalam masalah agama, berkebalikan dengan masalah materi dan dunia. Hendaklah seseorang dalam masalah agama dan akhirat selalu memandang orang yang berada di atasnya. Haruslah seseorang memandang bahwa amalan sholeh yang dia lakukan masih kalah jauhnya dibanding para Nabi, shidiqn, syuhada’ dan orang-orang sholeh. Para salafush sholeh sangat bersemangat sekali dalam kebaikan, dalam amalan shalat, puasa, sedekah, membaca Al Qur’an, menuntut ilmu dan amalan lainnya. Haruslah setiap orang memiliki cara pandang semacam ini dalam masalah agama, ketaatan, pendekatan diri pada Allah, juga dalam meraih pahala dan surga. Sikap yang benar, hendaklah seseorang berusaha melakukan kebaikan sebagaimana yang salafush sholeh lakukan. Inilah yang dinamakan berlomba-lomba dalam kebaikan.
Dalam masalah berlomba-lomba untuk meraih kenikmatan surga, Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ (22) عَلَى الْأَرَائِكِ يَنْظُرُونَ (23) تَعْرِفُ فِي وُجُوهِهِمْ نَضْرَةَ النَّعِيمِ (24) يُسْقَوْنَ مِنْ رَحِيقٍ مَخْتُومٍ (25) خِتَامُهُ مِسْكٌ وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ (26)

“Sesungguhnya orang yang berbakti itu benar-benar berada dalam keni'matan yang besar (syurga), mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang. Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan mereka yang penuh keni'matan. Mereka diberi minum dari khamar murni yang dilak (tempatnya), laknya adalah kesturi; dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.” (QS. Al Muthaffifin: 22-26)

Al Qurtubhi mengatakan, “Berlomba-lombalah di dunia dalam melakukan amalan shalih.” (At Tadzkiroh Lil Qurtubhi, hal. 578)
Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala juga berfirman,

فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا

“Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.” (QS. Al Ma’idah: 48)

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imron: 133)

Inilah yang dilakukan oleh para salafush sholeh, mereka selalu berlomba-lomba dalam kebaikan sebagaimana dapat dilihat dari perkataan mereka berikut ini yang disebutkan oleh Ibnu Rojab –rahimahullah-. Berikut sebagian perkatan mereka.
Al Hasan Al Bashri mengatakan,

إذا رأيت الرجل ينافسك في الدنيا فنافسه في الآخرة

“Apabila engkau melihat seseorang mengunggulimu dalam masalah dunia, maka unggulilah dia dalam masalah akhirat.”

DOA MOHON KEBAIKAN DI DUNIA & AKHIRAT

on 06.09

للّٰهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ

“Ya Allah! Sesungguhnya aku memohon kepada-Mu 'afiat (keselamatan/dijauhkan dari malapetaka) di dunia dan akhirat. ”

(HR. Ahmad I/209, al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad no. 726 dan at-Tirmidzi no. 3514. Lihat Shahiih at-Tirmidzi III/170 no. 2790 dan III/180, Silisilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah no. 1523 )



اَللّٰهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ

““Ya Allah! Sesungguhnya aku memohon kepada-Mu agar dimasukkan
ke dalam Surga dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa Neraka. ”

(HR. Abu Dawud no. 792, Ibnu Majah no. 910, Ibnu Khuzaimah no. 725,
dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, Imam an-Nawawi dan Syaikh al-Albani)

اَللّٰهُمَّ آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

““Ya Allah! berikanlah kebaikan kepada kami di dunia dan kebaikan di akhirat, serta lindungilah kami dari adzab Neraka. ”

(HR. Al-Bukhari no. 6389 dan Muslim no. 2690)

Menuntut Ilmu

on 06.59

Nasehat Salafush Shalih untuk Kaum Muslimin

Setelah dipaparkan ayat-ayat dan hadits-hadits yang berkaitan dengan ilmu dan keutamaannya pada edisi yang lalu, sekarang akan dibawakan beberapa atsar yang berisi nasehat dan keterangan akan pentingnya ilmu dan mempelajarinya.

Pertama: Dari 'Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: "Ilmu itu lebih baik daripada harta, ilmu akan menjagamu sedangkan kamulah yang akan menjaga harta. Ilmu itu hakim (yang memutuskan berbagai perkara) sedangkan harta adalah yang dihakimi. Telah mati para penyimpan harta dan tersisalah para pemilik ilmu, walaupun diri-diri mereka telah tiada akan tetapi pribadi-pribadi mereka tetap ada pada hati-hati manusia." (Adabud Dunyaa wad Diin, karya Al-Imam Abul Hasan Al-Mawardiy, hal.48)

Kedua: Dari 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu bahwasanya beliau apabila melihat para pemuda giat mencari ilmu, beliau berkata: "Selamat datang wahai sumber-sumber hikmah dan para penerang kegelapan. Walaupun kalian telah usang pakaiannya akan tetapi hati-hati kalian tetap baru. Kalian tinggal di rumah-rumah (untuk mempelajari ilmu), kalian adalah kebanggaan setiap kabilah." (Jaami' Bayaanil 'Ilmi wa Fadhlih, karya Al-Imam Ibnu 'Abdil Barr, 1/52)Yakni bahwasanya sifat mereka secara umum adalah sibuk dengan mencari ilmu dan tinggal di rumah dalam rangka untuk mudzaakarah (mengulang pelajaran yang telah didapatkan) dan mempelajarinya. Semuanya ini menyibukkan mereka dari memperhatikan berbagai macam pakaian dan kemewahan dunia secara umum demikian juga hal-hal yang tidak bermanfaat atau yang kurang manfaatnya dan hanya membuang waktu belaka seperti berputar-putar di jalan-jalan (mengadakan perjalanan yang kurang bermanfaat atau sekedar jalan-jalan tanpa tujuan yang jelas) sebagaimana yang biasa dilakukan oleh selain mereka dari kalangan para pemuda.

Ketiga: Dari Mu'adz bin Jabal radhiyallahu 'anhu, dia berkata: "Pelajarilah oleh kalian ilmu, karena sesungguhnya mempelajarinya karena Allah adalah khasy-yah; mencarinya adalah ibadah; mempelajarinya dan mengulangnya adalah tasbiih; membahasnya adalah jihad; mengajarkannya kepada yang tidak mengetahuinya adalah shadaqah; memberikannya kepada keluarganya adalah pendekatan diri kepada Allah; karena ilmu itu menjelaskan perkara yang halal dan yang haram; menara jalan-jalannya ahlul jannah, dan ilmu itu sebagai penenang di saat was-was dan bimbang; yang menemani di saat berada di tempat yang asing; dan yang akan mengajak bicara di saat sendirian; sebagai dalil yang akan menunjuki kita di saat senang dengan bersyukur dan di saat tertimpa musibah dengan sabar; senjata untuk melawan musuh; dan yang akan menghiasainya di tengah-tengah sahabat-sahabatnya.
Dengan ilmu tersebut Allah akan mengangkat kaum-kaum lalu menjadikan mereka berada dalam kebaikan, sehingga mereka menjadi panutan dan para imam; jejak-jejak mereka akan diikuti; perbuatan-perbuatan mereka akan dicontoh serta semua pendapat akan kembali kepada pendapat mereka. Para malaikat merasa senang berada di perkumpulan mereka; dan akan mengusap mereka dengan sayap-sayapnya; setiap makhluk yang basah dan yang kering akan memintakan ampun untuk mereka, demikian juga ikan yang di laut sampai ikan yang terkecilnya, dan binatang buas yang di daratan dan binatang ternaknya (semuanya memintakan ampun kepada Allah untuk mereka). Karena sesungguhnya ilmu adalah yang akan menghidupkan hati dari kebodohan dan yang akan menerangi pandangan dari berbagai kegelapan. Dengan ilmu seorang hamba akan mencapai kedudukan-kedudukan yang terbaik dan derajat-derajat yang tinggi baik di dunia maupun di akhirat.
Memikirkan ilmu menyamai puasa; mempelajarinya menyamai shalat malam; dengan ilmu akan tersambunglah tali shilaturrahmi, dan akan diketahui perkara yang halal sehingga terhindar dari perkara yang haram. Ilmu adalah pemimpinnya amal sedangkan amal itu adalah pengikutnya, ilmu itu hanya akan diberikan kepada orang-orang yang berbahagia; sedangkan orang-orang yang celaka akan terhalang darinya." (Ibid. 1/55)

Keempat: Dari 'Umar Ibnul Khaththab radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: "Sesungguhnya seseorang keluar dari rumahnya dalam keadaan dia mempunyai dosa-dosa seperti gunung Tihamah, akan tetapi apabila dia mendengar ilmu (yaitu mempelajari ilmu dengan menghadiri majelis ilmu), kemudian dia menjadi takut, kembali kepada Rabbnya dan bertaubat, maka dia pulang ke rumahnya dalam keadaan tidak mempunyai dosa. Oleh karena itu, janganlah kalian meninggalkan majelisnya para ulama." (Miftaah Daaris Sa'aadah, karya Al-Imam Ibnul Qayyim, 1/77)
Dan beliau juga berkata: "Wahai manusia, wajib atas kalian untuk berilmu (mempelajari dan mengamalkannya), karena sesungguhnya Allah Ta'ala mempunyai selendang yang Dia cintai. Maka barangsiapa yang mempelajari satu bab dari ilmu, Allah akan selendangkan dia dengan selendang-Nya. Apabila dia terjatuh pada suatu dosa hendaklah meminta ampun kepada-Nya, supaya Dia tidak melepaskan selendang-Nya tersebut sampai dia meninggal." (Ibid. 1/121)

Kelima: Berkata Abud Darda` radhiyallahu 'anhu: "Sungguh aku mempelajari satu masalah dari ilmu lebih aku cintai daripada shalat malam." (Ibid. 1/122)
Bukan berarti kita meninggalkan shalat malam, akan tetapi ini menunjukkan bahwa mempelajari ilmu itu sangat besar keutamaannya dan manfaatnya bagi ummat.

Keenam: Dari Al-Hasan Al-Bashriy rahimahullaah, beliau berkata: "Sungguh aku mempelajari satu bab dari ilmu lalu aku mengajarkannya kepada seorang muslim di jalan Allah (yaitu mempelajari dan mengajarkannya karena Allah semata) lebih aku cintai daripada aku mempunyai dunia seluruhnya." (Al-Majmuu' Syarh Al-Muhadzdzab, karya Al-Imam An-Nawawiy, 1/21)

Ketujuh: Dari Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullaah, beliau berkata: "Tidak ada sesuatupun yang lebih utama setelah kewajiban-kewajiban daripada menuntut ilmu." (Ibid. 1/21)

Adapun bait-bait sya'ir yang menjelaskan tentang permasalahan ilmu dan kedudukannya itu sangat banyak dan tidak bisa dihitung, dan di sini hanya akan disebutkan dua di antaranya:
"Tidak ada kebanggaan kecuali bagi ahlul ilmi (orang-orang yang berilmu) karena sesungguhnya mereka berada di atas petunjuk bagi orang yang meminta dalil-dalilnya dan derajat setiap orang itu sesuai dengan kebaikannya (dalam masalah ilmu) sedangkan orang-orang yang bodoh adalah musuh bagi ahlul ilmi."

Dan sya'irnya Al-Imam Asy-Syafi'i:

تَعَلَّمْ فَلَيْسَ الْمَرْءُ يُوْلَدُ عَالِمًا وَلَيْسَ أَخُوْ عِلْمٍ كَمَنْ هُوَ جَاهِلُ
وَإِنَّ كَبِيْرَ الْقَوْمِ لاَ عِلْمَ عِنْدَهُ صَغِيْرٌ إِذَا الْتَفَّتْ عَلَيْهِ الْجَحَافِلُ
وَإِنَّ صَغِيْرَ الْقَوْمِ إِنْ كَانَ عَالِمًا كَبِيْرٌ إِذَا رُدَّتْ إِلَيْهِ الْمَحَافِلُ

"Belajarlah karena tidak ada seorangpun yang dilahirkan dalam keadaan berilmu, dan tidaklah orang yang berilmu seperti orang yang bodoh. Sesungguhnya suatu kaum yang besar tetapi tidak memiliki ilmu maka sebenarnya kaum itu adalah kecil apabila terluput darinya keagungan (ilmu). Dan sesungguhnya kaum yang kecil jika memiliki ilmu maka pada hakikatnya mereka adalah kaum yang besar apabila perkumpulan mereka selalu dengan ilmu."

Disadur dari kitab Aadaabu Thaalibil 'Ilmi hal.18-22, Wallaahul Muwaffiq, Wallaahu A'lam.

Wajibkah Bermadzhab?

Pertanyaan:
Assalaamu'alaikum:
1. Apa hukum bermadzhab (4 imam)?
2. Apakah Al-Imam Al-Bukhariy mempunyai madzhab (mengikuti salah satu madzhab)? (Budhi Dharma, the_natural...@yahoo.com)

Jawab:
Wa'alaikumus salaam warahmatullaah.
1. Sesungguhnya kalau kita perhatikan dalil-dalil baik dari Al-Qur`an ataupun As-Sunnah maka tidak ada satupun dalil yang mewajibkan mengikuti madzhab-madzhab tertentu termasuk empat madzhab yang terkenal yaitu Al-Ahnaaf (madzhab Hanafiy), Malikiy, Syafi'i dan Hanaabilah (madzhab Hambaliy). Kita hanya diwajibkan untuk mengikuti dalil baik dari Al-Qur`an ataupun As-Sunnah dengan pemahaman generasi terbaik ummat ini yaitu para shahabat, tabi'in, tabi'ut tabi'in serta para ulama yang mengikuti jejak mereka.
Allah berfirman:

اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلاَ تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ قَلِيلاً مَا تَذَكَّرُونَ
"Ikutilah apa yang diturunkan kepada kalian dari Tuhan kalian dan janganlah kalian mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kalian mengambil pelajaran (daripadanya)." (Al-A'raaf:3)

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
"Katakanlah: "Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kalian) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". (Yuusuf:108)
Dan ayat-ayat lainnya yang memerintahkan untuk mengikuti dalil dan melarang untuk fanatik kepada kelompok tertentu ataupun individu tertentu.

Bahkan para imam yang empat tersebut, baik Abu Hanifah, Al-Imam Malik, Al-Imam Asy-Syafi'i, dan Al-Imam Ahmad bin Hanbal, semuanya sepakat melarang taqlid kepada mereka.
Al-Imam Abu Hanifah mengatakan: "Apabila hadits itu shahih maka itulah madzhabku."
Beliau juga mengatakan: "Tidak halal bagi siapapun mengikuti perkataan kami bila ia tidak mengetahui dari mana kami mengambil sumbernya."
Al-Imam Malik mengatakan: "Saya hanyalah seorang manusia biasa, terkadang berbuat salah dan terkadang benar. Oleh karena itu, telitilah pendapatku. Apabila sesuai dengan Al-Qur`an dan As-Sunnah, ambillah; dan sebaliknya apabila tidak sesuai dengan Al-Qur`an dan As-Sunnah, maka tinggalkanlah."
Beliau juga berkata: "Siapapun orangnya, perkataannya bisa ditolak dan bisa diterima, kecuali hanya Nabi (yang wajib diterima)."
Al-Imam Asy-Syafi'i berkata: "Seluruh kaum muslimin telah sepakat bahwa siapa saja yang secara jelas mengetahui suatu hadits dari Rasulullah, tidak halal baginya meninggalkannya guna mengikuti pendapat seseorang."
Beliau juga berkata: "Bila suatu masalah ada haditsnya yang sah dari Rasulullah menurut ahlul hadits, tetapi pendapatku menyelisihinya, maka pasti aku akan mencabutnya, baik selama aku hidup maupun setelah aku mati."
Al-Imam Ahmad berkata: "Janganlah engkau taqlid kepadaku atau kepada Malik, Asy-Syafi'i, Al-Auza'i dan Ats-Tsauri, tetapi ambillah dari sumber yang telah mereka ambil."
Beliau juga berkata: "Barangsiapa yang menolak hadits Rasulullah, berarti dia berada di jurang kehancuran." (Lihat perkataan para imam tersebut dalam Muqaddimah Shifatu Shalaatin Nabiy, karya Asy-Syaikh Al-Albaniy)

Walaupun demikian, semua kaum muslimin sepakat bahwa mereka adalah para ulama, orang-orang yang mulia, yang patut dijadikan teladan. Bahkan kita mempelajari Dinul Islam melalui bimbingan mereka dari kitab-kitab yang telah mereka tulis.
Tidaklah kita bisa mempelajari Dinul Islam dengan benar kecuali melalui bimbingan dan pemahaman para ulama dari kalangan shahabat, tabi'in, tabi'ut tabi'in dan para imam yang mengikuti jejak mereka.
Yang dilarang adalah ta'ashshub (fanatik kepada madzhab tertentu). Kalaulah mereka berbeda pendapat dalam suatu masalah maka kita ikuti pendapat yang paling kuat, yang sesuai dengan dalil. Adapun pendapat yang salah maka tidak boleh diikuti dengan tetap kita menghormati mereka sebagai para ulama yang mendapat dua pahala jika benar dan satu pahala jika salah.

2. Demikian pula Al-Imam Al-Bukhariy, beliau tidak bermadzhab dengan madzhab apapun kecuali madzhabnya ahlul hadits yaitu Al-Qur`an dan As-Sunnah dengan pemahaman salaful ummah, walaupun beliau termasuk salah seorang muridnya Al-Imam Ahmad bin Hanbal. Yang sesuai dengan dalil, maka itulah yang beliau ikuti. Wallaahu A'lam.

(Dikutip dari Bulletin Al Wala' wal Bara' Bandung, Edisi ke-21 Tahun ke-3 / 22 April 2005 M / 13 Rabi'ul Awwal 1426 H, url http://fdawj.atspace.org/awwb/th3/21.htm)

Berdzikir? Banyakkan.....

on 06.54

Berzikir adalah ibadah yang sangat mudah. Bisa dilakukan kapan pun dan tanpa mengeluarkan banyak biaya. Namun Alloh menjanjikan ganjaran yang sangat besar bagi orang yang lisannya selalu basah dengan zikir. Apapun kendaraan yang kita gunakan, serta selama apapun kita melakukan perjalanan, berzikir dapat kita lakukan setiap saat. Ketika sedang memegang setang motor atau memegang kemudi roda empat. Ketika berjalan cepat di jalan tol atau kondisi kendaraan kita terjebak macet. Ketika hendak pergi ke kampus atau ketika mudik lebaran ke pulau seberang.

Alloh ‘Azza wa Jalla berfirman,

يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اذْكُرُوا اللهَ ذِكْرًا كَثِيرًا . وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلاً

“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Alloh, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang.” (QS. Al Ahzab: 41, 42)
أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ingatlah, hanya dengan mengingati Alloh-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar Ra’d: 28)

Dari Abdulloh bin Basr rodhiallohu ‘anhu ia berkata, “Seorang laki-laki pernah berkata kepada Rosululloh, ‘Wahai Rosululloh, sesungguhnya syariat Islam itu banyak maka beri tahukan kepadaku sesuatu yang dapat aku jadikan pegangan!’ Maka Rosul menjawab,

لا يزال لسانك رطبا من ذكر الله

“Hendaklah lisanmu senantiasa basah dengan berzikir pada Alloh.” (HR. Tirmidzi)

Adapun lafal zikir yang dapat kita baca saat perjalanan sangat banyak sekali. Kita dapat membaca tasbih (Subhanalloh), tahmid (Alhamdulillah), takbir (Allohu Akbar), tahlil (Laa ilaha illalloh) ataupun lafal-lafal lainnya yang telah dicontohkan oleh Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana sabda Rosul shollallohu ‘alaihi wa sallam,

كلمتان خفيفتان على اللسان, ثقيلتان في المزان, حبيبتان الى الرحمان: سبحان الله و بحمده سبحان الله العظيم

“Dua buah kalimat yang ringan di lisan, berat dalam timbangan (mizan) dan dicintai oleh Ar Rohman: Subhanalloh wa bihamdih, Subhanallohil ‘azhiim.” (HR. Bukhori Muslim)

Demikian pula, kita dapat mengucapkan lafal-lafal lainnya seperti ucapan istigfar (Astaghfirulloh) sebagaimana Rosululloh menyebutkan bahwa beliau beristigfar lebih dari 70 kali setiap harinya. Seorang salaf pernah berkata, “Perbanyaklah istigfar di rumah kalian, di depan hidangan kalian, di jalan, di pasar dan dalam majelis-majelis kalian dan di mana saja kalian Demikian pula, kita dapat mengucapkan lafal-lafal lainnya seperti ucapan istigfar (Astaghfirulloh) sebagaimana Rosululloh menyebutkan bahwa beliau beristigfar lebih dari 70 kali setiap harinya. Seorang salaf pernah berkata, “Perbanyaklah istigfar di rumah kalian, di depan hidangan kalian, di jalan, di pasar dan dalam majelis-majelis kalian dan di mana saja kalian berada! Karena kalian tidak tahu kapan turunnya ampunan!!”

Kita juga dapat membaca sholawat Nabi yang berasal dari dalil yang shohih sebagaimana sabda beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam yang artinya, “Janganlah engkau jadikan kuburanku sebagai tempat perayaan dan bersholawatlah untukku karena sesungguhnya sholawat yang engkau ucapkan akan sampai kepadaku di mana saja engkau berada.” (HR. Abu Daud dan Ahmad)

Penulis: Abu Fatah Amrullah (Alumni Ma’had Ilmi)
Murojaah: Ustadz Afifi Abdul Wadud
Artikel www.muslim.or.id

http://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/agar-perjalanan-anda-penuh-makna.html

Terindah Untuk Wanita

on 06.51

1.HIASILAH WAJAHMU DENGAN BEDAK KESOPANAN AGAR SENANTIASA KELIHATAN ANGGUN

2. OLESILAH BIBIRMU DENGAN LIPSTIK KEJUJURAN

3 HIASILAH KEDUA TELINGAMU DENGAN ANTING KEIMANAN DAN KERTAKWAAN

4 LETAKANLAH KALUNG KESUCIAN DI LEHERMU

5 HIASILAH KEDUA TANGANMU DENGAN GELANG TAWADHU'

6 BASUHLAH TUBUHMU DENGAN SABUN ISTIGHFAR

7 SEMATKAN JARIMU CINCIN PERSAHABATAN

8 KENAKAN JILBAB DI KEPALAMU SEBAGAI MAHKOTA KECANTIKAN

9 TUTUPILAH KEPRIBADIANMU DENGAN RASA MALU

10 MAKMURKAN HATIMU DENGAN DZIKIR DAN SHALAWAT YG SESUAI SUNNAH
Perkataan yang Indah adalah"LaIllahaIllaAllah MuhammadaRusullah"
Lagu yang indah adalah
"Adzan"
Media yang terbaik adalah
"Al Quran dan Al Hadits"
Program diet yang Sempurna adalah
"Puasa"
Kebersihan yang Menyejukkan adalah
"wudlu"
Perjalanan yang Indah tak terlupakan adalah
"Umroh dan Haji"
Khayalan yang terbaik adalah
"mengingat Mati dan Dosa"
Cita-cita terbaik adalah
Mati di jalan ALLAH SWT"
Perjuangan yang terbaik saat ini adalah
"Menegakkan kembali seluruh kepeminpinan Islam"
Kematian yang merugikan adalah
"Mati Jahilliyah"

Sehatnya Qolbu, Sakitnya Hati

on 06.46

Kebagusan amalan anggota badan seorang hamba tergantung pada kebagusan qalbunya. Apabila qalbunya salim (sehat), tidak ada di dalamnya melainkan kecintaan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan kecintaan kepada apa yang dicintai Allah Subhanahu wa Ta'ala, takut kepada-Nya, takut terjatuh pada apa yang dibenci oleh-Nya, akan baguslah seluruh amalan anggota badannya. Akan tumbuh pula pada dirinya perasaan untuk menghindarkan diri dari segala perkara yang haram dan syubhat.

Namun apabila qalbunya rusak, dikuasai oleh hawa nafsunya, mencari apa yang diinginkan hawa nafsunya meski dalam perkara yang Allah Subhanahu wa Ta'ala benci, akan rusaklah seluruh amalan anggota badannya. Selain itu, akan menyeret pula kepada segala bentuk kemaksiatan dan syubhat, sesuai dengan kadar penguasaan hawa nafsu terhadap qalbunya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:

أَلاَ إِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ

“Ketahuilah, sesungguhnya dalam jasad ada segumpal darah. Jika ia baik, seluruh jasad akan baik pula. Jika ia rusak, maka seluruh jasad akan rusak. Ketahuilah bahwa itu adalah qalbu.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 52, dan Muslim no. 4070)Kebagusan amalan anggota badan seorang hamba tergantung pada kebagusan qalbunya. Apabila qalbunya salim (sehat), tidak ada di dalamnya melainkan kecintaan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan kecintaan kepada apa yang dicintai Allah Subhanahu wa Ta'ala, takut kepada-Nya, takut terjatuh pada apa yang dibenci oleh-Nya, akan baguslah seluruh amalan anggota badannya. Akan tumbuh pula pada dirinya perasaan untuk menghindarkan diri dari segala perkara yang haram dan syubhat.

Namun apabila qalbunya rusak, dikuasai oleh hawa nafsunya, mencari apa yang diinginkan hawa nafsunya meski dalam perkara yang Allah Subhanahu wa Ta'ala benci, akan rusaklah seluruh amalan anggota badannya. Selain itu, akan menyeret pula kepada segala bentuk kemaksiatan dan syubhat, sesuai dengan kadar penguasaan hawa nafsu terhadap qalbunya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:

أَلاَ إِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ

“Ketahuilah, sesungguhnya dalam jasad ada segumpal darah. Jika ia baik, seluruh jasad akan baik pula. Jika ia rusak, maka seluruh jasad akan rusak. Ketahuilah bahwa itu adalah qalbu.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 52, dan Muslim no. 4070)

Ingatlah Kematian

on 06.44

Hidup di dunia ini tidaklah selamanya. Akan datang masanya kita berpisah dengan dunia berikut isinya. Perpisahan itu terjadi saat kematian menjemput, tanpa ada seorang pun yang dapat menghindar darinya. Karena Ar-Rahman telah berfirman:

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

“Setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati, dan Kami menguji kalian dengan kejelekan dan kebaikan sebagai satu fitnah (ujian), dan hanya kepada Kami lah kalian akan dikembalikan.” (Al-Anbiya`: 35)

أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ

“Di mana saja kalian berada, kematian pasti akan mendapati kalian, walaupun kalian berada di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (An-Nisa`: 78)

Kematian akan menyapa siapa pun, baik ia seorang yang shalih atau durhaka, seorang yang turun ke medan perang ataupun duduk diam di rumahnya, seorang yang menginginkan negeri akhirat yang kekal ataupun ingin dunia yang fana, seorang yang bersemangat meraih kebaikan ataupun yang lalai dan malas-malasan. Semuanya akan menemui kematian bila telah sampai ajalnya, karena memang:
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ

“Seluruh yang ada di atas bumi ini fana (tidak kekal).” (Ar-Rahman: 26)

Mengingat mati akan melembutkan hati dan menghancurkan ketamakan terhadap dunia. Karenanya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan hasungan untuk banyak mengingatnya. Beliau bersabda dalam hadits yang disampaikan lewat shahabatnya yang mulia Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

أَكْثِرُوْا ذِكْرَ هَاذمِ اللَّذَّاتِ

“Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan (yakni kematian).” (HR. At-Tirmidzi no. 2307, An-Nasa`i no. 1824, Ibnu Majah no. 4258. Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata tentang hadits ini, “Hasan shahih.”)

Dalam hadits di atas ada beberapa faedah:

- Disunnahkannya setiap muslim yang sehat ataupun yang sedang sakit untuk mengingat mati dengan hati dan lisannya, serta memperbanyak mengingatnya hingga seakan-akan kematian di depan matanya. Karena dengannya akan menghalangi dan menghentikan seseorang dari berbuat maksiat serta dapat mendorong untuk beramal ketaatan.

- Mengingat mati di kala dalam kesempitan akan melapangkan hati seorang hamba. Sebaliknya, ketika dalam kesenangan hidup, ia tidak akan lupa diri dan mabuk kepayang. Dengan begitu ia selalu dalam keadaan bersiap untuk “pergi.” (Bahjatun Nazhirin, 1/634)

Ucapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas adalah ucapan yang singkat dan ringkas, “Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan (kematian).” Namun padanya terkumpul peringatan dan sangat mengena sebagai nasihat, karena orang yang benar-benar mengingat mati akan merasa tiada berartinya kelezatan dunia yang sedang dihadapinya, sehingga menghalanginya untuk berangan-angan meraih dunia di masa mendatang. Sebaliknya, ia akan bersikap zuhud terhadap dunia. Namun bagi jiwa-jiwa yang keruh dan hati-hati yang lalai, perlu mendapatkan nasihat panjang lebar dan kata-kata yang panjang, walaupun sebenarnya sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

أَكْثِرُوْا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ

“Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan (yakni kematian).”

disertai firman Allah k:

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ

“Setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati,” sudah mencukupi bagi orang yang mendengar dan melihat.

Alangkah bagusnya ucapan orang yang berkata:

اذْكُرِ الْمَوْتَ تَجِدُ رَاحَةً، فِي إِذْكَارِ الْمَوْتِ تَقْصِيْرُ اْلأَمَلِ

“Ingatlah mati niscaya kau kan peroleh kelegaan, dengan mengingat mati akan pendeklah angan-angan.”

Adalah Yazid Ar-Raqasyi rahimahullahu berkata kepada dirinya sendiri, “Celaka engkau wahai Yazid! Siapa gerangan yang akan menunaikan shalat untukmu setelah kematianmu? Siapakah yang mempuasakanmu setelah mati? Siapakah yang akan memintakan keridhaan Rabbmu untukmu setelah engkau mati?”

Kemudian ia berkata, “Wahai sekalian manusia, tidakkah kalian menangis dan meratapi diri-diri kalian dalam hidup kalian yang masih tersisa? Duhai orang yang kematian mencarinya, yang kuburan akan menjadi rumahnya, yang tanah akan menjadi permadaninya dan yang ulat-ulat akan menjadi temannya… dalam keadaan ia menanti dibangkitkan pada hari kengerian yang besar. Bagaimanakah keadaan orang ini?” Kemudian Yazid menangis hingga jatuh pingsan. (At-Tadzkirah, hal. 8-9)

Sungguh, hanya orang-orang cerdas cendikialah yang banyak mengingat mati dan menyiapkan bekal untuk mati. Shahabat yang mulia, putra dari shahabat yang mulia, Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma mengabarkan, “Aku sedang duduk bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala datang seorang lelaki dari kalangan Anshar. Ia mengucapkan salam kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata, ‘Ya Rasulullah, mukmin manakah yang paling utama?’ Beliau menjawab, ‘Yang paling baik akhlaknya di antara mereka.’

‘Mukmin manakah yang paling cerdas?’, tanya lelaki itu lagi. Beliau menjawab:

أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا، أُولَئِكَ أَكْيَاسٌ

“Orang yang paling banyak mengingat mati dan paling baik persiapannya untuk kehidupan setelah mati. Mereka itulah orang-orang yang cerdas.” (HR. Ibnu Majah no. 4259, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 1384)

Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu berkata, “Ad-Daqqaq berkata, ‘Siapa yang banyak mengingat mati, ia akan dimuliakan dengan tiga perkara: bersegera untuk bertaubat, hati merasa cukup, dan giat/semangat dalam beribadah. Sebaliknya, siapa yang melupakan mati ia akan dihukum dengan tiga perkara: menunda taubat, tidak ridha dengan perasaan cukup dan malas dalam beribadah. Maka berpikirlah, wahai orang yang tertipu, yang merasa tidak akan dijemput kematian, tidak akan merasa sekaratnya, kepayahan, dan kepahitannya. Cukuplah kematian sebagai pengetuk hati, membuat mata menangis, memupus kelezatan dan menuntaskan angan-angan. Apakah engkau, wahai anak Adam, mau memikirkan dan membayangkan datangnya hari kematianmu dan perpindahanmu dari tempat hidupmu yang sekarang?” (At-Tadzkirah, hal. 9)

Bayangkanlah saat-saat sakaratul maut mendatangimu. Ayah yang penuh cinta berdiri di sisimu. Ibu yang penuh kasih juga hadir. Demikian pula anak-anakmu yang besar maupun yang kecil. Semua ada di sekitarmu. Mereka memandangimu dengan pandangan kasih sayang dan penuh kasihan. Air mata mereka tak henti mengalir membasahi wajah-wajah mereka. Hati mereka pun berselimut duka. Mereka semua berharap dan berangan-angan, andai engkau bisa tetap tinggal bersama mereka. Namun alangkah jauh dan mustahil ada seorang makhluk yang dapat menambah umurmu atau mengembalikan ruhmu. Sesungguhnya Dzat yang memberi kehidupan kepadamu, Dia jugalah yang mencabut kehidupan tersebut. Milik-Nya lah apa yang Dia ambil dan apa yang Dia berikan. Dan segala sesuatu di sisi-Nya memiliki ajal yang telah ditentukan.

Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu berkata, “Tidaklah hati seorang hamba sering mengingat mati melainkan dunia terasa kecil dan tiada berarti baginya. Dan semua yang ada di atas dunia ini hina baginya.”

Adalah ‘Umar bin Abdil ‘Aziz rahimahullahu bila mengingat mati ia gemetar seperti gemetarnya seekor burung. Ia mengumpulkan para ulama, maka mereka saling mengingatkan akan kematian, hari kiamat dan akhirat. Kemudian mereka menangis hingga seakan-akan di hadapan mereka ada jenazah. (At-Tadzkirah, hal. 9)

Tentunya tangis mereka diikuti oleh amal shalih setelahnya, berjihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bersegera kepada kebaikan. Beda halnya dengan keadaan kebanyakan manusia pada hari ini. Mereka yakin adanya surga tapi tidak mau beramal untuk meraihnya. Mereka juga yakin adanya neraka tapi mereka tidak takut. Mereka tahu bahwa mereka akan mati, tapi mereka tidak mempersiapkan bekal. Ibarat ungkapan penyair:

Aku tahu aku kan mati namun aku tak takut

Hatiku keras bak sebongkah batu

Aku mencari dunia seakan-akan hidupku kekal

Seakan lupa kematian mengintai di belakang

Padahal, ketika kematian telah datang, tak ada seorangpun yang dapat mengelak dan menundanya.

فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لاَ يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلاَ يَسْتَقْدِمُونَ

“Maka apabila telah tiba ajal mereka (waktu yang telah ditentukan), tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak pula mereka dapat mendahulukannya.” (An-Nahl: 61)

وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا

“Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan kematian seseorang apabila telah datang ajal/waktunya.” (Al-Munafiqun: 11)

Wahai betapa meruginya seseorang yang berjalan menuju alam keabadian tanpa membawa bekal. Janganlah engkau, wahai jiwa, termasuk yang tak beruntung tersebut. Perhatikanlah peringatan Rabbmu:

وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدْ


“Dan hendaklah setiap jiwa memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).” (Al-Hasyr: 18)

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu menjelaskan ayat di atas dengan menyatakan, “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, dan lihatlah amal shalih apa yang telah kalian tabung untuk diri kalian sebagai bekal di hari kebangkitan dan hari diperhadapkannya kalian kepada Rabb kalian.” (Al-Mishbahul Munir fi Tahdzib Tafsir Ibni Katsir, hal. 1388)

Janganlah engkau menjadi orang yang menyesal kala kematian telah datang karena tiada berbekal, lalu engkau berharap penangguhan.

وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلاَ أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ

“Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kalian, lalu ia berkata, ‘Wahai Rabbku, mengapa Engkau tidak menangguhkan kematianku sampai waktu yang dekat hingga aku mendapat kesempatan untuk bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shalih?’.” (Al-Munafiqun: 10)

Karenanya, berbekallah! Persiapkan amal shalih dan jauhi kedurhakaan kepada-Nya! Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

Sumber: http://asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=608

Teroris, Sadarlah!!

on 06.40

NORDIN TEWAS, SUKA CITA KAUM MUSLIMIN
DAN KESEDIHAN KAUM TERORIS KHAWARIJ

Sebagai seorang muslim yang masih berada diatas fitrahnya yang suci, sudah tentu merasakan kegembiraan ketika mendengarkan berita tentang tewasnya seseorang yang dikenal sebagai salah satu gembong teroris Khawarij di masa kini, yang gemar melakukan tindakan kejahatan dan menumpahkan darah manusia, tidak terlepas pula tertumpahnya darah-darah kaum muslimin. Namun berbeda halnya dengan seorang yang telah tertanam padanya benih-benih pemikiran khawarij, dia tentu akan merasa sedih dengan terbunuhnya salah satu dari tokoh mereka,yang selama ini dianggap “berjihad” dengan cara-caranya. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang menggelarinya dengan sebutan “mujahid” atau “mati syahid”.Kaum Muslimin yang kami muliakan, termasuk diantara petunjuk didalam Islam yang diajarkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam dan para sahabatnya adalah tidak menampakkan kesedihan dengan tewasnya tokoh-tokoh teroris khawarij. Bagaimana mungkin seseorang bersedih, sementara mereka dengan melakukan tindakan membabi buta tanpa mengikuti koridor syari’at Islam yang telah diajarkan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dan para sahabatnya dan melakukan berbagai tindakan teror yang menyebabkan ketakutan kaum muslimin yang hidup di dalam negeri mereka sendiri. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا
“Tidak halal bagi seorang muslim menakut-nakuti seorang muslim lainnya.”
(HR.Abu Dawud (5004) dari beberapa sahabat Nabi )

Oleh karenanya, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dengan tegas menyebut mereka kaum khawarij sebagai anjing-anjing neraka. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

الْخَوَارِجُ كِلَابُ النَّارِ
“Khawarij adalah anjing-anjing neraka.”
(HR.Ibnu Majah:173, dari Ibnu Abi Aufa radhiallahu anhu)

Demikian pula halnya para sahabat Nabi –semoga Allah meridhai mereka- tidak merasa sedih dengan meninggalnya tokoh-tokoh teroris khawarij, bahkan sebaliknya dengan menampakkan perasaan gembira dan bersyukur atas meninggalnya. Diriwayatkan dari Abu Ghalib berkata: Abu Umamah –radhiallahu anhu- melihat kepala-kepala (kaum khawarij) yang dipajang ditangga masjid Damaskus, lalu Abu Umamah berkata:
كِلَابُ النَّارِ شَرُّ قَتْلَى تَحْتَ أَدِيمِ السَّمَاءِ خَيْرُ قَتْلَى من قَتَلُوهُ

“Anjing-anjing neraka, (mereka) seburuk-buruk yang terbunuh di bawah kolong langit,dan sebaik-baik yang terbunuh adalah yang mereka bunuh.”
Lalu Abu Umamah berkata: "Sekiranya aku tidak mendengar hadits ini (dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam) sekali, dua kali sampai tujuh kali, aku tidak akan memberitakannya kepada kalian.”
(HR.Tirmidzi:3000)

Perhatikanlah hadits ini yang menunjukkan betapa seringnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam memberi peringatan kepada umatnya dari bahaya kaum khawarij ini.

Demikian pula yang dilakukan Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu,sebagaimana yang diriwayatkan oleh Zabban bin Shabirah Al-Hanafi bahwa ia berkata ketika menceritakan keikutsertaannya dalam perang Nahrawan dalam menumpas kaum Khawarij:
“Aku termasuk yang menemukan dzu tsadyah, lalu menyampaikan berita gembira ini kepada Ali radhiallahu anhu dan aku melihatnya sujud yang menunjukkan kegembiraannya.”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf: 8424)

Yang dimaksud Dzu tsadyah adalah salah seorang dari kalangan khawarij yang diberitakan oleh Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, Dzu tsadyah artinya yang memiliki benjolan pada bagian tangannya yang menyerupai payudara, bagian atasnya seperti puting payudara yang memiliki bulu-bulu kecil mirip kumis kucing. (Fathul Bari:12/298)

Demikianlah sikap para ulama salaf dalam menyikapi kaum teroris khawarij.Semoga Allah memelihara kita semua dari kejahatan dan makar mereka, dan semoga Allah menyelamatkan kaum muslimin dari berbagai pemikiran dan syubhat mereka yang menyesatkan manusia dari jalan Allah Azza Wajalla. Benarlah ucapan Abul ‘Aliyah rahimahullah:

إن علي لنعمتين ما أدري أيتهما أعظم أن هداني الله للإسلام ولم يجعلني حروريا

“Sesungguhnya aku merasakan dua kenikmatan yang aku tidak mengetahui manakah diantara dua kenikmatan tersebut yang terbesar: ketika Allah memberi hidayah kepadaku untuk memeluk islam, dan tidak menjadikan aku sebagai haruri (khawarij).”
(diriwayatkan Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf:18667)

Ditulis oleh:
Abu Karimah Askari bin Jamal
28 Ramadhan 1430 H.

(Dikutip dari http://ibnulqoyyim.com/index.php?option=com_content&task=view&id=89&Itemid=2

Nasehat wanita dlm berhias

on 06.38

Barangsiapa yang maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya maka ia hanya akan mencelakakan dirinya sendiri dan tidak akan mencelakakan Allah sedikitpun.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
((كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الجَنَّةَ إلاَّ مَنْ أبَى ، قَالُوا : يَا رَسُولَ اللهِ وَمَنْ يَأْبَى ؟ قَالَ : مَنْ أطَاعَنِي دَخَلَ الجَنَّةَ ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أبَى))
“Semua umatku akan masuk surga kecuali orang yang menolak” Mereka bertanya: “Ya Rasulullah! Siapakah orang yang menolak itu? Beliau menjawab: “Siapa yang taat kepadaku akan masuk surga dan siapa yang maksiat kepadaku maka ia telah menolak.”

· Tabarruj menyebabkan laknat dan dijauhkan dari rahmat Allah.

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalambersabda:
((سَيَكُونُ فِي آخِرِ أُمَّتِي نِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ ، عَلَى رُؤُوسِهِنَّ كَأَسْنِمَةِ البَخْتِ ، اِلْعَنُوهُنَّ فَإنَّهُنَّ مَلْعُونَاتٌ))
“Akan ada pada akhir umatku nanti wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang, kepala mereka bagaikan punuk unta, laknatlah mereka karena mereka adalah wanita-wanita yang pantas dilaknat.”

· Tabarruj adalah sifat penghuni neraka.

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
((صِنْفَانِ مِنْ أهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا : قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأذْنَابِ البَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ ... ))
“Ada dua golongan penghuni neraka yang belum pernah saya lihat; kaum yang membawa cemeti bagai ekor sapi yang digunakan memukul menusia dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang...”

· Tabarruj penyebab hitam dan gelap di hari kiamat.

Diriwayatkan dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam, beliau bersabda:
((مَثَلُ الرَّافِلَةِ في الزِّينَةِ في غَيْرِ أهْلِهَا ، كَمَثَلِ ظُلْمَةٍ يَوْمَ القِيَامَةِ لاَ نُورَ لهَا))
“Permisalan wanita yang berhias untuk selain suaminya, adalah bagaikan kegelapan pada hari kiamat, tidak ada cahaya baginya.”
Maksudnya adalah wanita yang berlenggak-lenggok ketika berjalan dengan menarik pakaiannya, akan datang pada hari kiamat dalam keadaan hitam dan gelap, bagaikan berlenggak-lenggok dalam kegelapan. Dan hadits ini walaupun lemah, tetapi artinya benar, karena kenikmatan dalam maksiat adalah siksaan, wangi-wangian akan menjadi busuk dan cahaya menjadi kegelapan. Kebalikan dari taat, bahwa bau mulut orang yang berpuasa dan darah orang yang mati syahid lebih harum di sisi Allah dari bau minyak kasturi."

· Tabarruj adalah kemunafikan.

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalambersabda:
((خَيْرُ نِسَائِكُمُ الوَدُودُ الوَلُودُ ، المُوَاسِيَةُ ، المُوَاتِيَةُ ، إذَا اتَّقَيْنَ اللهَ، وَشَرُّ نِسَائِكُمُ المُتَبَرِّجَاتُ المُتَخَيِّلاَتُ وَهُنَّ المُنَافِقَاتُ ، لاَ يَدْخُلْنَ الجَنَّةَ إلاَّ مِثْلَ الغُرَابِ الأعْصَمِ))
“Sebaik-baik wanita kalian adalah yang memiliki kasih sayang, subur (banyak anak), suka menghibur dan siap melayani, bila mereka bertakwa kepada Allah. Dan sejelek-jelek wanita kalian adalah wanita pesolek dan penghayal mereka itu adalah wanita-wanita munafik, mereka tidak akan masuk surga kecuali seperti ghurab a’sham.”
Yang dimaksud ghurab a’sham adalah burung gagak yang memiliki cakar dan kaki merah, pertanda minimnya wanita masuk surga, karena burung gagak yang memiliki sifat seperti ini sangat jarang ditemukan.

· Tabarruj mengoyak tirai pelindung dan membuka aib.

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalambersabda:
((أيَّمَا امْرَأَةٍ وَضَعَتْ ثِيَابَهَا فِي غَيْرِ بَيْتِ زَوْجِهَا، فَقَدْ هَتَكَتْ سِتْرَ مَا بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ))
“Siapa saja di antara wanita yang menanggalkan pakaian-nya di selain rumah suaminya, maka ia telah mengoyak tirai pelindung antara dirinya dan Allah Azza wa Jalla.”

· Tabarruj adalah perbuatan keji.

Wanita itu adalah aurat, dan membuka aurat adalah keji dan dibenci. Allah Shalallahu ‘alaihi wassalamberfirman:
وَإذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً قَالُوا وَجَدْنَا عَلَيْهَا آبَاءَنَا وَاللهُ أَمَرَنَا بِهَا قُلْ إنَّ اللهَ لاَ يَأْمُرُ بِالفَحْشَاءِ
“Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata: “Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakan-nya.” Katakanlah: “Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji.” (Q.S. Al-A’raf: 28)
Sebenarnya setanlah yang memerintahkan manusia melakukan perbuatan keji itu, sebagaimana firman Allah:
الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالفَحْشَاءِ
“Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir).” (Q.S. Al-Baqorah: 268)

· Tabarruj adalah ajaran iblis

Sesungguhnya kisah Adam dengan Iblis memberikan gambaran kepada kita bagaimana musuh Allah, Iblis itu membuka peluang untuk melakukan perbuatan dosa dan mengoyak tirai pelindung dan bahwa Tabarruj itulah tujuan asasi baginya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا بَنِي آدَمَ لاَ يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أخْرَجَ أَبَوَيْكُمْ مِنَ الجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْءَاتِهِمَا
“Hai anak Adam! Janganlah kamu sekali-kali dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya.” (Q.S. Al-A’raf: 27)
Jadi iblislah yang mengajak kepada Tabarruj dan buka-bukaan. Dialah pemimpin utama bagi para pencetus apa yang dikenal dengan Tahrirul Mar’ah (pembebasan wanita).

· Tabarruj adalah jalan hidup orang-orang Yahudi.

Orang-orang Yahudi memiliki peran yang sangat besar dalam menghancurkan umat ini melalui wanita, dan kaum wanita sejak dulu memiliki pengalaman di bidang ini, di mana Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalambersabda:
((فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ ، فَإنَّ أوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إسْرَائِيلَ كَانَتْ في النِّسَاءِ))
“Takutlah pada dunia dan takutlah pada wanita karena fitnah pertama pada Bani Israel adalah pada wanita.”

· Tabarruj adalah Jahiliyah busuk.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلاَ تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الجَاهِلِيَّةِ الأُولَى
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah.” (Q.S. Al-Ahzab: 33)

Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam telah menyifati ajakan Jahiliyah sebagai ajakan busuk dan kotor. Jadi ajakan Jahiliyah adalah saudara kandung Tabarruj Jahiliyah. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
((كُلُّ شَيْءٍ مِنْ أمْرِ الجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوعٌ تَحْتَ قَدَمِي))
“Semua yang merupakan perkara Jahiliyah tersimpan di bawah telapak kakiku.”
Baik itu bernama Tabarruj Jahiliyah, ajakan Jahiliyah ataupun kesombongan Jahiliyah.

· Tabarruj adalah keterbelakangan.

Buka-bukaan dan telanjang adalah fitrah hewan ternak, tidak seorangpun yang condong kepadanya kecuali dia akan terperosok jatuh ke derajat yang paling rendah dari pada derajat manusia yang telah dimuliakan Allah. Dari sini nampaklah bahwa Tabarruj adalah tanda kerusakan fitrah, ketiadaan ghirah dan mati rasa:

Anda mengangkat baju hingga lutut

Demi Tuhanmu, sungai apa yang akan anda seberangi

Baju itu bagaikan naungan di waktu pagi

Yang semakin pendek, waktu demi waktu

Anda mengira bahwa laki-laki itu tidak memiliki perasaan

Padahal anda sendiri yang mungkin tidak punya perasaan

· Tabarruj adalah pintu adzab yang merata.

Seseorang yang memperhatikan nash-nash syare’at dan sejarah (Islam) akan meyakini adanya kerusakan yang ditimbulkan oleh Tabarruj dan bahayanya atas agama dan dunia, apalagi bila diperparah dengan Ikhtilath (percampurbauran antara laki-laki dan wanita).

Akibat dan bahaya Tabarruj
yang menakutkan

Wanita-wanita yang melakukan Tabarruj berlomba-lomba menggunakan perhiasan yang diharamkan untuk menarik perhatian kepadanya. Sesuatu yang justru akan merusak akhlak dan harta serta menjadikan wanita sebagai barang hina yang diperjualbelikan, dan di antara bahayanya adalah:
1. Rusaknya akhlak kaum lelaki khususnya para pemuda yang terdorong melakukan zina yang diharamkan ini.
2. Memperdagangkan wanita sebagai sarana promosi atau untuk meningkatkan usaha perdagangan dan sebagainya.
3. Mencelakakan diri wanita sendiri, karena Tabarruj itu menunjukkan niat jelek dari apa yang ia suguhkan untuk menggoda orang-orang jahat dan bodoh.
4. Tersebarnya penyakit, seperti sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam :
(( لَمْ تَظْهَرِ الفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا إلاَّ فَشَا فِيهِمُ الطَّاعُونُ وَالأوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ فِي أسْلاَفِهِمُ الَّذِينَ مَضَوْا ))
“Tidaklah suatu perbuatan zina itu nampak pada suatu kaum hingga mereka mengumumkannya kecuali akan tersebar di antara mereka penyakit menular dan penyakit-penyakit lain yang belum pernah ada pada orang-orang dulu.”
5. Mempermudah mata melakukan maksiat, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalambersabda: “Kedua mata zinanya adalah melihat.” Serta menyulitkan ketaatan ghadhul bashar (menundukkan pandangan) yang merupakan sesuatu yang lebih berbahaya dari ledakan bom atom dan gempa bumi. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu dengan sehancur-hancurnya.” (Q.S. Al-Isra’: 16)

Dalam hadits juga disebutkan:
((إنَّ النَّاسَ إذَا رَأَوْا المُنْكَرَ فَلَمْ يُغَيِّرُوهُ أوْشَكَ أنْ يَعُمَّهُمُ اللهُ بِعَذَابٍ))
“Sesungguhnya manusia bila melihat kemungkaran dan tidak merubahnya, dikhawatirkan Allah akan menimpakan mereka adzab.”

Wahai ukhti muslimah! Tidakkah anda memperhatikan hadits nabi : “Buanglah duri dari jalan kaum muslimin.” Dan bila membuang duri dari jalan termasuk cabang iman, maka duri manakah yang lebih berat, batu di jalan atau fitnah yang merusak hati, menerbangkan akal dan menyebarkan kekejian di antara orang-orang mu’min.
Sesungguhnya tidaklah seorang lelaki muslim terkena fitnah pada hari ini karena anda yang telah memalingkannya dari mengingat Allah dan menghalanginya dari jalan yang lurus -padahal anda sanggup mencegahnya dari fitnah itu- kecuali di hari esok nanti Allah akan menghukum anda dengan adzab yang sangat pedih.

Segeralah taat kepada Allah, tinggalkan kritikan dan ejekan manusia, karena perhitungan Allah kelak sangat ketat.

(Dinukil dari kitab : الحجاب Al Hijab. Penebit: Darul Qosim دار القاسم للنشر والتوزيع P.O. Box 6373 Riyadh 11442)

Islam Muliakan Wanita

on 06.32

Berbekal pengetahuan tentang Islam yang tipis, tak sedikit kalangan yang dengan lancangnya menghakimi agama ini, untuk kemudian menelorkan kesimpulan-kesimpulan tak berdasar yang menyudutkan Islam. Salah satunya, Islam dianggap merendahkan wanita atau dalam ungkapan sekarang ‘bias jender’. Benarkah?Sudah kita maklumi keberadaan wanita dalam Islam demikian dimuliakan, terlalu banyak bukti yang menunjukkan kenyataan ini. Sampai-sampai ada satu surah dalam Al-Qur`anul Karim dinamakan surah An-Nisa`, artinya wanita-wanita, karena hukum-hukum yang berkaitan dengan wanita lebih banyak disebutkan dalam surah ini daripada dalam surah yang lain. (Mahasinut Ta`wil, 3/6)

Untuk lebih jelasnya kita lihat beberapa ayat dalam surah An-Nisa` yang berbicara tentang wanita.

1. Wanita diciptakan dari tulang rusuk laki-laki.

Surah An-Nisa` dibuka dengan ayat:

يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً

“Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dari jiwa yang satu dan dari jiwa yang satu itu Dia menciptakan pasangannya, dan dari keduanya Dia memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.” (An-Nisa`: 1)

Ayat ini merupakan bagian dari khutbatul hajah yang dijadikan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai pembuka khutbah-khutbah beliau. Dalam ayat ini dinyatakan bahwa dari jiwa yang satu, Allah Subhanahu wa Ta'ala menciptakan pasangannya. Qatadah dan Mujahid rahimahumallah mengatakan bahwa yang dimaksud jiwa yang satu adalah Nabi Adam 'alaihissalam. Sedangkan pasangannya adalah Hawa. Qatadah mengatakan Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam. (Tafsir Ath-Thabari, 3/565, 566)

Dalam hadits shahih disebutkan:

إِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلْعٍ، وَِإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلْعِ أَعْلاَهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهُ كَسَرْتَهَا، وَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اسْتَمْتَعْتَ وَفِيْهَا عِوَجٌ

“Sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk. Dan sungguh bagian yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah yang paling atasnya. Bila engkau ingin meluruskannya, engkau akan mematahkannya. Dan jika engkau ingin bersenang-senang dengannya, engkau bisa bersenang-senang namun padanya ada kebengkokan.” (HR. Al-Bukhari no. 3331 dan Muslim no. 3632)

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini ada dalil dari ucapan fuqaha atau sebagian mereka bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: ﭖ ﭗ ﭘ ﭙ ﭚ ﭛ ﭜ dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menerangkan bahwa wanita diciptakan dari tulang rusuk. Hadits ini menunjukkan keharusan berlaku lembut kepada wanita, bersikap baik terhadap mereka, bersabar atas kebengkokan akhlak dan lemahnya akal mereka. Di samping juga menunjukkan dibencinya mentalak mereka tanpa sebab dan juga tidak bisa seseorang berambisi agar si wanita terus lurus. Wallahu a’lam.”(Al-Minhaj, 9/299)

2. Dijaganya hak perempuan yatim.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلاَّ تَعُولُوا

“Dan jika kalian khawatir tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yatim (bilamana kalian menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita lain yang kalian senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kalian khawatir tidak dapat berlaku adil maka nikahilah seorang wanita saja atau budak-budak perempuan yang kalian miliki. Yang demikian itu lebih dekat untuk kalian tidak berlaku aniaya.” (An-Nisa`: 3)

Urwah bin Az-Zubair pernah bertanya kepada Aisyah radhiyallahu 'anha tentang firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: وَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى maka Aisyah radhiyallahu 'anha menjawab, “Wahai anak saudariku1. Perempuan yatim tersebut berada dalam asuhan walinya yang turut berserikat dalam harta walinya, dan si wali ini ternyata tertarik dengan kecantikan si yatim berikut hartanya. Maka si wali ingin menikahinya tanpa berlaku adil dalam pemberian maharnya sebagaimana mahar yang diberikannya kepada wanita lain yang ingin dinikahinya. Para wali pun dilarang menikahi perempuan-perempuan yatim terkecuali bila mereka mau berlaku adil terhadap perempuan-perempuan yatim serta memberinya mahar yang sesuai dengan yang biasa diberikan kepada wanita lain. Para wali kemudian diperintah untuk menikahi wanita-wanita lain yang mereka senangi.” Urwah berkata, “Aisyah menyatakan, ‘Setelah turunnya ayat ini, orang-orang meminta fatwa kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang perkara wanita, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan ayat:

وَيَسْتَفْتُونَكَ فِي النِّسَاءِ

“Dan mereka meminta fatwa kepadamu tentang wanita.” (An-Nisa`: 127)

Aisyah radhiyallahu 'anha berkata, “Dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam ayat yang lain:

وَتَرْغَبُونَ أَنْ تَنْكِحُوهُنَّ

“Sementara kalian ingin menikahi mereka (perempuan yatim).” (An-Nisa`: 127)

Salah seorang dari kalian (yang menjadi wali/pengasuh perempuan yatim) tidak suka menikahi perempuan yatim tersebut karena si perempuan tidak cantik dan hartanya sedikit. Maka mereka (para wali) dilarang menikahi perempuan-perempuan yatim yang mereka sukai harta dan kecantikannya kecuali bila mereka mau berbuat adil (dalam masalah mahar, pent.). Karena keadaan jadi terbalik bila si yatim sedikit hartanya dan tidak cantik, walinya enggan/tidak ingin menikahinya.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 4574 dan Muslim no. 7444)

Masih dalam hadits Aisyah radhiyallahu 'anha tentang firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

وَيَسْتَفْتُونَكَ فِي النِّسَاءِ قُلِ اللهُ يُفْتِيكُمْ فِيهِنَّ وَمَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ فِي يَتَامَى النِّسَاءِ اللاَّتِي لاَ تُؤْتُونَهُنَّ مَا كُتِبَ لَهُنَّ وَتَرْغَبُونَ أَنْ تَنْكِحُوهُنَّ

Dan mereka meminta fatwa kepadamu tentang wanita. Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepada kalian tentang mereka dan apa yang dibacakan kepada kalian dalam Al-Qur`an tentang para wanita yatim yang kalian tidak memberi mereka apa yang ditetapkan untuk mereka sementara kalian ingin menikahi mereka.” (An-Nisa`: 127)

Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:

أُنْزِلَتْ فِي الْيَتِيْمَةِ، تَكُوْنُ عِنْدَ الرَّجُلِ فَتَشْرِكُهُ فِي مَالِهِ، فَيَرْغَبُ عَنْهَا أَنْ يَتَزَوَّجَهَا وَيَكْرَهُ أَنْ يُزَوِّجَهَا غَيْرَهُ، فَيَشْرَكُهُ فِي ماَلِهِ، فَيَعْضِلُهَا، فَلاَ يَتَزَوَّجُهَا وَيُزَوِّجُهَا غَيْرَهُ.

“Ayat ini turun tentang perempuan yatim yang berada dalam perwalian seorang lelaki, di mana si yatim turut berserikat dalam harta walinya. Si wali ini tidak suka menikahi si yatim dan juga tidak suka menikahkannya dengan lelaki yang lain, hingga suami si yatim kelak ikut berserikat dalam hartanya. Pada akhirnya, si wali menahan si yatim untuk menikah, ia tidak mau menikahinya dan enggan pula menikahkannya dengan lelaki selainnya.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 5131 dan Muslim no. 7447)

3. Cukup menikahi seorang wanita saja bila khawatir tidak dapat berlaku adil secara lahiriah.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ

“Kemudian jika kalian khawatir tidak dapat berlaku adil maka nikahilah seorang wanita saja atau budak-budak perempuan yang kalian miliki.” (An-Nisa`: 3)

Yang dimaksud dengan adil di sini adalah dalam perkara lahiriah seperti adil dalam pemberian nafkah, tempat tinggal, dan giliran. Adapun dalam perkara batin seperti rasa cinta dan kecenderungan hati tidaklah dituntut untuk adil, karena hal ini di luar kesanggupan seorang hamba. Dalam Al-Qur`anul Karim dinyatakan:

وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلاَ تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ

“Dan kalian sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri kalian, walaupun kalian sangat ingin berbuat demikian. Karena itu janganlah kalian terlalu cenderung kepada istri yang kalian cintai sehingga kalian biarkan yang lain telantar.” (An-Nisa`: 129)

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan ketika menafsirkan ayat di atas, “Maksudnya, kalian wahai manusia, tidak akan mampu berlaku sama di antara istri-istri kalian dari segala sisi. Karena walaupun bisa terjadi pembagian giliran malam per malam, namun mesti ada perbedaan dalam hal cinta, syahwat, dan jima’. Sebagaimana hal ini dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma, ‘Abidah As-Salmani, Mujahid, Al-Hasan Al-Bashri, dan Adh-Dhahhak bin Muzahim rahimahumullah.”

Setelah menyebutkan sejumlah kalimat, Ibnu Katsir rahimahullah melanjutkan pada tafsir ayat: فَلاَ تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ maksudnya apabila kalian cenderung kepada salah seorang dari istri kalian, janganlah kalian berlebih-lebihan dengan cenderung secara total padanya, فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ “sehingga kalian biarkan yang lain telantar.” Maksudnya istri yang lain menjadi terkatung-katung. Kata Ibnu ‘Abbas, Mujahid, Sa’id bin Jubair, Al-Hasan, Adh Dhahhak, Ar-Rabi` bin Anas, As-Suddi, dan Muqatil bin Hayyan, “Makna كَالْمُعَلَّقَةِ, seperti tidak punya suami dan tidak pula ditalak.” (Tafsir Al-Qur`anil Azhim, 2/317)

Bila seorang lelaki khawatir tidak dapat berlaku adil dalam berpoligami, maka dituntunkan kepadanya untuk hanya menikahi satu wanita. Dan ini termasuk pemuliaan pada wanita di mana pemenuhan haknya dan keadilan suami terhadapnya diperhatikan oleh Islam.

4. Hak memperoleh mahar dalam pernikahan.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَءَاتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا

“Berikanlah mahar kepada wanita-wanita yang kalian nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kalian sebagian dari mahar tersebut dengan senang hati maka makanlah (ambillah) pemberian itu sebagai makanan yang sedap lagi baik akibatnya.” (An-Nisa`: 4)

5. Wanita diberikan bagian dari harta warisan.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَاْلأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَاْلأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا

“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ayah-ibu dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian dari harta peninggalan ayah-ibu dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.” (An-Nisa`: 7)

Sementara di zaman jahiliah, yang mendapatkan warisan hanya lelaki, sementara wanita tidak mendapatkan bagian. Malah wanita teranggap bagian dari barang yang diwarisi, sebagaimana dalam ayat:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا

“Wahai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kalian mewarisi wanita dengan jalan paksa.” (An-Nisa`: 19)

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma menyebutkan, “Dulunya bila seorang lelaki di kalangan mereka meninggal, maka para ahli warisnya berhak mewarisi istrinya. Jika sebagian ahli waris itu mau, ia nikahi wanita tersebut dan kalau mereka mau, mereka nikahkan dengan lelaki lain. Kalau mau juga, mereka tidak menikahkannya dengan siapa pun dan mereka lebih berhak terhadap si wanita daripada keluarga wanita itu sendiri. Maka turunlah ayat ini dalam permasalahan tersebut.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Shahih-nya no. 4579)

Maksud dari ayat ini, kata Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah, adalah untuk menghilangkan apa yang dulunya biasa dilakukan orang-orang jahiliah dari mereka dan agar wanita tidak dijadikan seperti harta yang diwariskan sebagaimana diwarisinya harta benda. (Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an, 5/63)

Bila ada yang mempermasalahkan, kenapa wanita hanya mendapatkan separuh dari bagian laki-laki seperti tersebut dalam ayat:

يُوصِيكُمُ اللهُ فِي أَوْلادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ اْلأُنْثَيَيْنِ

“Allah mewasiatkan kepada kalian tentang pembagian warisan untuk anak-anak kalian, yaitu bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan….” (An-Nisa`: 11)

Maka dijawab, inilah keadilan yang sesungguhnya. Laki-laki mendapatkan bagian yang lebih besar daripada wanita karena laki-laki butuh bekal yang lebih guna memberikan nafkah kepada orang yang di bawah tanggungannya. Laki-laki banyak mendapatkan beban. Ia yang memberikan mahar dalam pernikahan dan ia yang harus mencari penghidupan/penghasilan, sehingga pantas sekali bila ia mendapatkan dua kali lipat daripada bagian wanita. (Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, 2/160)

6. Suami diperintah untuk berlaku baik pada istrinya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

“Dan bergaullah kalian (para suami) dengan mereka (para istri) secara patut.” (An-Nisa`: 19)

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan ayat di atas menyatakan: “Yakni perindah ucapan kalian terhadap mereka (para istri) dan perbagus perbuatan serta penampilan kalian sesuai kemampuan. Sebagaimana engkau menyukai bila ia (istri) berbuat demikian, maka engkau (semestinya) juga berbuat yang sama. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam hal ini:

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ

“Dan para istri memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.” (Al-Baqarah: 228)

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri telah bersabda:

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ، وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِيْ

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarga (istri)nya. Dan aku adalah orang yang paling baik di antara kalian terhadap keluarga (istri)ku.”2 (Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, 2/173)

7. Suami tidak boleh membenci istrinya dan tetap harus berlaku baik terhadap istrinya walaupun dalam keadaan tidak menyukainya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

“Kemudian bila kalian tidak menyukai mereka maka bersabarlah karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (An-Nisa`: 19)

Dalam tafsir Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an (5/65), Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ (“Kemudian bila kalian tidak menyukai mereka”), dikarenakan parasnya yang buruk atau perangainya yang jelek, bukan karena si istri berbuat keji dan nusyuz, maka disenangi (dianjurkan) (bagi si suami) untuk bersabar menanggung kekurangan tersebut. Mudah-mudahan hal itu mendatangkan rizki berupa anak-anak yang shalih yang diperoleh dari istri tersebut.”

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Yakni mudah-mudahan kesabaran kalian dengan tetap menahan mereka (para istri dalam ikatan pernikahan), sementara kalian tidak menyukai mereka, akan menjadi kebaikan yang banyak bagi kalian di dunia dan di akhirat. Sebagaimana perkataan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma tentang ayat ini: ‘Si suami mengasihani (menaruh iba) istri (yang tidak disukainya) hingga Allah Subhanahu wa Ta'ala berikan rizki kepadanya berupa anak dari istri tersebut dan pada anak itu ada kebaikan yang banyak’.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/173)

Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ

“Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah, jika ia tidak suka satu tabiat/perangainya maka (bisa jadi) ia ridha (senang) dengan tabiat/perangainya yang lain.” (HR. Muslim no. 1469)

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Hadits ini menunjukkan larangan (untuk membenci), yakni sepantasnya seorang suami tidak membenci istrinya. Karena bila ia menemukan pada istrinya satu perangai yang tidak ia sukai, namun di sisi lain ia bisa dapatkan perangai yang disenanginya pada si istri. Misalnya istrinya tidak baik perilakunya, tetapi ia seorang yang beragama, atau berparas cantik, atau menjaga kehormatan diri, atau bersikap lemah lembut dan halus padanya, atau yang semisalnya.” (Al-Minhaj, 10/58)

8. Bila seorang suami bercerai dengan istrinya, ia tidak boleh meminta kembali mahar yang pernah diberikannya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَإِنْ أَرَدْتُمُ اسْتِبْدَالَ زَوْجٍ مَكَانَ زَوْجٍ وَءَاتَيْتُمْ إِحْدَاهُنَّ قِنْطَارًا فَلاَ تَأْخُذُوا مِنْهُ شَيْئًا أَتَأْخُذُونَهُ بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا. وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَى بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا

“Dan jika kalian ingin mengganti istri kalian dengan istri yang lain sedang kalian telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kalian mengambil kembali sedikitpun dari harta tersebut. Apakah kalian akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan menanggung dosa yang nyata? Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (An-Nisa`: 20-21)

9. Termasuk pemuliaan terhadap wanita adalah diharamkan bagi mahram si wanita karena nasab ataupun karena penyusuan untuk menikahinya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاَتُكُمْ وَبَنَاتُ اْلأَخِ وَبَنَاتُ اْلأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلاَئِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ

“Diharamkan atas kalian menikahi ibu-ibu kalian, putri-putri kalian, saudara-saudara perempuan kalian, ‘ammah kalian (bibi/ saudara perempuan ayah), khalah kalian (bibi/ saudara perempuan ibu), putri-putri dari saudara laki-laki kalian (keponakan perempuan), putri-putri dari saudara perempuan kalian, ibu-ibu susu kalian, saudara-saudara perempuan kalian sepersusuan, ibu mertua kalian, putri-putri dari istri kalian yang berada dalam pemeliharaan kalian dari istri yang telah kalian campuri. Tetapi jika kalian belum mencampuri istri tersebut (dan sudah berpisah dengan kalian) maka tidak berdosa kalian menikahi putrinya. Diharamkan pula bagi kalian menikahi istri-istri anak kandung kalian (menantu)…” (An-Nisa`: 23)

Diharamkannya wanita-wanita yang disebutkan dalam ayat di atas untuk dinikahi oleh lelaki yang merupakan mahramnya, tentu memiliki hikmah yang agung, tujuan yang tinggi yang sesuai dengan fithrah insaniah. (Takrimul Mar`ah fil Islam, Asy-Syaikh Muhammad Jamil Zainu, hal. 16)

Di akhir ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ اْلأُخْتَيْنِ إِلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا

“(Diharamkan atas kalian) menghimpunkan dalam pernikahan dua wanita yang bersaudara, kecuali apa yang telah terjadi di masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (An-Nisa`: 23)

Ayat di atas menetapkan bahwa seorang lelaki tidak boleh mengumpulkan dua wanita yang bersaudara dalam ikatan pernikahan karena hal ini jelas akan mengakibatkan permusuhan dan pecahnya hubungan di antara keduanya. (Takrimul Mar`ah fil Islam, Muhammad Jamil Zainu, hal. 16)

Demikian beberapa ayat dalam surah An-Nisa` yang menyinggung tentang wanita. Apa yang kami sebutkan di atas bukanlah membatasi, namun karena tidak cukupnya ruang, sementara hanya demikian yang dapat kami persembahkan untuk pembaca yang mulia. Allah Subhanahu wa Ta'ala-lah yang memberi taufik.

Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

1 Karena ibu ‘Urwah, Asma` bintu Abi Bakr radhiyallahu 'anhuma adalah saudara perempuan Aisyah radhiyallahu 'anha.

2 HR. At-Tirmidzi, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah.

Sumber: http://asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=617